JAKARTA, CAKRANEWS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang terindikasi tak tepat sasaran. Tak tanggung-tanggung, jumlah kerugian negara sebesar Rp 6,93 triliun.
Menteri Sosial Tri Rismaharini pun langsung mengomentari temuan BPK tersebut telah ditindaklanjuti pihaknya dalam waktu lima hari. Kata dia, temuan yang diserahkan BPK tersebut adalah temuan sementara yang biasa dilakukan, untuk diserahkan kepada pihak Kementerian Sosial.
“Jadi, memang begitu, kami harus jawab, alhamdulillah selesai. Kita harus kerjakan satu minggu, alhamdulillah lima hari kelar dan bisa diterima,” kata Risma dalam keterangan persnya yang diterima di Tarakan, Sabtu (4/6/2022).
Risma meyakini predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima Kementerian Sosial, pihaknya dapat menjawab temuan tersebut. “Karena bukan hanya jawaban tertulis, tapi di cek di lapangan apakah orangnya ada, dengan data BPK dan kita,” ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi menjelaskan dana sebesar Rp 5,5 triliun yang disalurkan kepada nama-nama yang tidak masuk dan tidak terdaftar dalam Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Artinya, orang yang tidak ada di dalam daftar ikut menerima. Sehingga, dari Rp 120 triliun bansos, BPK melakukan sampling dengan pemeriksaan yang valid, dan Rp 5,5 triliun tidak masuk dalam DTKS.
BPK meminta Kementerian Sosial untuk memberikan daftar penerima bansos sejumlah Rp 5,5 triliun tersebut. Achsanul mengatakan ada masalah pembaruan data, karena banyak daerah yang tidak tertib dalam memperbarui data penerima bansos di daerah masing-masing.
Selain itu, Achsanul menyebut praktik pemimpin daerah di sejumlah daerah yang hanya memberi daftar nama dari tim sukses yang memilih mereka untuk menerima bansos.
Discussion about this post