TARAKAN, CAKRANEWS – Polemik adanya larangan penggunaan hijab bagi petugas Paskibraka nasional 2024 putri turut mendapat sorotan dari Korps HMI Wati (Kohati) Cabang Tarakan.
Ketua Kohati Cabang Tarakan, Rindiani Mievta Ariadi mengatakan, Indonesia adalah negara demokratis yang berfondasikan Pancasila dan juga UUD 1945 yang merupakan aturan dasar yang kedudukannya paling tinggi di antara peraturan perundang-undangan lainnya. Di dalamnya mengatur perikehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk menjamin hak beragama bagi setiap warganya.
Adapun Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945 secara umum mengatur tentang kebebasan warga negara Indonesia untuk memeluk agama dan kepercayaan sesuai ajaran masing-masing.
Berikut ini bunyi Pasal 29 Ayat 1 dan 2 yang berkaitan dengan pengamalan sila 1 Pancasila:
1. Pasal 29 Ayat 1: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”
2. Pasal 29 Ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.”
Menurutnya, penggunaan jilbab bagi seorang muslimah sebagai ekspresi keyakinan adalah hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati oleh negara sebagaimana dijamin UUD 1945 Pasal 29 Ayat (2).
Namun, ia menilai pada momentum Hari Kemerdekaan ke-79, pemerintah melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai penanggung jawab Paskibraka 2024 yang seharusnya menjadi teladan atas keberagaman keyakinan serta memperkuat pelaksanaan nilai-nilai kemerdekaan sebagai bentuk implementasi dari pengamalan dan penghayatan terhadap dasar negara Pancasila dan UUD 1945, justru menjadi pelaku utama dalam melanggar konstitusi dan dasar negara Pancasila atas larangan penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Kohati Cabang Tarakan menganggap keputusan yang dibuat oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mendasarkan ke-Bhinekaan seakan ingin mengganti syariat agama tertentu dalam hal ini “copot jilbab” agar seragam adalah penyesatan dan manipulasi yang berakibat merugikan agama Islam dan membuat polemik di masyarakat.
“Apalagi sampai melakukan eksploitasi Paskibraka Putri, dengan membuat mereka menandatangani surat pernyataan kesediaan mematuhi peraturan sehingga tidak berdaya antara keinginan jadi Paskibraka lalu mengorbankan ajaran agamanya dalam hal ini menutup aurat,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Jumat, 16 Agustus 2024.
Kohati Cabang Tarakan merasa BPIP telah melanggar aturan BPIP itu sendiri, yaitu Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 mengenai Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII tentang Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka, yang didalamnya mengatur pemakaian “Ciput warna hitam (untuk putri berjilbab)” pada poin ke-4.
Namun, dalam aturan berpakaian anggota Paskibraka Tahun 2024 poin ke-4 telah dihapus. Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka hanya mencakup:
Setangan leher merah putih
Sarung tangan warna putih
Kaos kaki warna putih
Sepatu pantofel warna hitam
Kecakapan/Kendit berwarna hijau (dikenakan saat pengukuhan Paskibraka).
“Menurut saya, Kepala BPIP Yudian Wahyudi tidak paham makna dari sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, serta Pasal 29 UUD 1945 yang telah menjamin setiap warga negaranya untuk memeluk agamanya masing-masing serta beribadat menurut agama dan kepercayaannya,” tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengecam keras tindakan-tindakan manipulasi yang merugikan kebebasan beragama yang dilindungi Pancasila dan UUD 1945.
Kohati HMI Cabang Tarakan dengan tegas melayangkan sejumlah poin tuntutan, di antaranya:
Mengimbau kepada KOHATI PB HMI agar mengusut tuntas tindakan BPIP yang dianggap melanggar konstitusi dan dasar negara, pelaku harus diberi sanksi tegas, agar hal serupa tidak terulang kembali dimasa depan.
Meminta kepada Pemerintah untuk segera memecat Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, atas pelanggaran terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta segera merevisi Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang intoleransi dan diskriminatif terhadap perempuan muslim berjilbab.
Menyerukan kepada seluruh ummat Islam untuk melawan segala bentuk upaya pelanggaran HAM khususnya pelarangan penggunaan jilbab bagi perempuan muslim.
Discussion about this post