TARAKAN, CAKRANEWS – Kenaikan harga BBM subsidi ditengah masa pemulihan ekonomi sebagai dampak dari hantaman pandemi mendapat banyak penolakan berbagai kalangan, utamanya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
HMI Cabang Tarakan, menilai Kenaikan harga BBM saat ekonomi masyarakat tengah terpuruk tak dapat diterima dengan alasan apapun.
Wasekum Bidang PTKP HMI Cabang Tarakan Fauzi mengatakan kebaikan harga BBM ditengah situasi saat ini hanya akan menambah penderitaan masyarakat kecil.
Masyarakat yang sampai hari ini masih berjuang untuk bangkit memperbaiki ekonomi harus menelan pil pahit kenaikan BBM. Kenaikan tersebut tentu akan memicu kenaikan harga barang dan jasa di sektor lainnya.
“Harga komoditas belum kembali pada harga normal seperti harga telur, dan minyak yang juga tengah menaik di antara beberapa fakta yang dihadapi masyarakat kini harga BBM harus ikut naik” ujarnya.
Fauzi mengatakan, merupakan sebuah ironis dengan alasan subsidi BBM menjadi beban APBN yang menambah sebesar Rp 502 triliun dan subsidi BBM yang diakui tidak tepat sasaran, pemerintah malah menaikkan harga BBM bersubsidi. Di tengah inflasi yang mencapai 3-4 persen akibat badai Covid-19 dan ketidakpastian pasar global.
“Agak menggelitik, pemerintah mengakui beban APBN membengkak akibat kebocoran subsidi karena dinikmati masyarakat level atas (kaya), pemerintah malah mengambil hak masyarakat kecil. Bukan memperbaiki distribusi penyaluran agar tepat sasaran, subsidi yang menjadi hak petani, nelayan, ojek-angkot dan masyarakat kecil malah dirampas,” ucapnya.
Menurutnya, mengurangi subsidi pada BBM sehingga harganya otomatis naik bukanlah pilihan bijak saat ini.
Kenaikan harga BBM bersubsidi dipastikan membawa efek domino, mulai dari memicu lonjakan inflasi, hingga menggerus daya beli masyarakat.
“Kebijakan ini terkesan tak berpihak pada rakyat kecil, orang kaya yang salah rakyat kecil yang menanggung akibatnya. Kebijakan ini juga akan sangat memukul kelompok ekonomi menengah dan kelompok ekonomi menengah ke bawah,” katanya.
HMI Cabang Tarakan pun tak luput memberi peringatan kepada pemerintah akan dampak kenaikan harga BBM terhadap dunia pendidikan. Menurutnya, efek domino dari kenaikan BBM bisa menurunkan daya beli masyarakat, akibatnya angka kemiskinan bertambah dan berkonsekuensi pada angka putus sekolah generasi muda.
Karena itu, beberapa poin penting yang menjadi catatan kritis HMI Cabang Tarakan terkait kebijakan pemerintah yang akan harga BBM Bersubsidi, yaitu:
1. Inflasi
Konsumsi BBM digunakan oleh hampir seluruh sektor. Sehingga, inflasi akibat kenaikan BBM Subsidi menurut data BPS dapat menyentuh pada angka 17,11 persen.
Menurut catatan BPS, harga BBM pada Agustus 2022 sudah meningkat 5,75% secara tahunan atau year on year (yoy) dan memberikan andil pada inflasi umum sebesar 0,20%.
BPS mengingatkan agar ini perlu mendapatkan perhatian, karena harga BBM ini cukup memberikan efek domino kepada perekonomian alias berdampak pada inflasi umum.
Komoditas BBM ini dianggap merupakan salah satu penyumbang utama inflasi dalam kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price), yaitu dengan bobot perhitungan 3,96%. Bila administered price kemudian meningkat, ini yang juga kemudian menyundut inflasi secara umum.
a. Kenaikan harga BBM pun akan berdampak pada meningkatnya biaya transportasi logistik, utamanya biaya transportasi speedboat. Hal ini mengingat Provinsi Kaltara dengan wilayah geografis antar Kabupaten/Kota yang terpisah, speedboat menjadi sarana transportasi andalan masyarakat Kaltara.
Diperkirakan, harga bahan pangan dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya akan berdampak naik sampai 30% dari harga normal. Hal ini tentu berdampak pada daya beli rumah tangga.
b. Rp 20 triliun lebih BLT yang diambil dari realokasi anggaran BBM Subsidi yang disalurkan kepada rakyat miskin bukanlah solusi dalam mendongkrak ekonomi masyarakat.
Daya beli masyarakat yang semakin menurun akibat pencabutan subsidi BBM dapat mengakibatkan kelompok ekonomi menengah akan downgrade menjadi kelompok miskin baru.
Rp 600.000 jumlah BSU (Bantuan Subsidi Upah) per-pekerja juga bukan solusi dalam mengatasi dampak kenaikan BBM.
BSU dinilai hanya mengatasi masalah dalam jangka pendek. BSU juga tidak sampai menyentuh pada para Pekerja Informal yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang menurut data BPS mencapai 78,14 juta orang.
c. Petani kecil, nelayan tradisional, buruh, pelajar dan mahasiswa yang sedang menuntut ilmu serta masyarakat umum adalah korban langsung dari kebijakan ini
d. Inflasi akibat kenaikan harga BBM juga berdampak pada sektor pendidikan formal dan non-formal. Pertumbuhan angka kemiskinan pada akhirnya akan berdampak pada jumlah generasi muda bangsa yang harus putus sekolah.
2. APBN Bukan Alasan. Dalam laporan APBN, sepanjang Bulan Januari sampai Bulan Juli 2022 serapan subsidi energi baru sampai pada Rp88,7 triliun. Sementara, APBN sedang surplus Rp106,1 triliun atau 0,57 persen dari PDB yang di periode Bulan Juli 2022.
3. Bukan Kenaikan Harga, Tetapi, Perbaiki Sistem Subsidi BBM Pemerintah melalui Kementerian Keuangan bahwa subsidi untuk solar yang beredar di pasar, 89%-nya dinikmati oleh dunia usaha.
Sehingga, hanya 11% dari keseluruhan kuota subsidi yang dinikmati masyarakat menengah ke bawah. Adapun untuk jenis BBM penugasan jenis Pertalite subsidinya dinikmati oleh 86% kalangan mampu.
Hanya 14 persen dari keseluruhan subsidi solar yang dipakai oleh masyarakat. Kebocoran BBM Bersubsidi jenis solar pada pertambangan, industri dan lainnya harus ditertibkan.
Rekomendasi ini diharapkan dapat menghemat subsidi dan APBN tanpa harus mencekik bangsa dan rakyat.
Discussion about this post