CAKRANEWS – Pada awal karir militernya di Surabaya tahun 1991, Sulaiman sudah menunjukkan sebagai sosok yang berbakat memimpin. Sebagai komandan ia terbilang aktif dalam kegiatan berlatih, sangat memperhatikan dan suka membantu anak buahnya yang alami kesulitan. Tak heran, beberapa anggota personelnya kerap mencetak prestasi dan menjadi andalan karena motivasinya yang membakar semangat mereka.
Pernah suatu hari, Sulaiman mendapat laporan. Ada anak buahnya tertangkap polisi militer (POM) AD karena terjaring razia. Namanya Nanang Suwantoro. Badannya tinggi besar dan diketahui sering menenggak minuman beralkohol dan mabuk-mabukan di sebuah kawasan lokalisasi di kota Surabaya.
Sebagai pimpinan, Sulaiman lantas menyambangi markas POM AD dimana Nanang ditahan. Melihat komandannya datang, dia tampak kikuk membungkuk dan hanya bisa pasrah membayangkan dirinya bakal dibawah ke sidang pelanggaran disiplin. Apalagi perilaku yang tidak pantas bagi seorang prajurit TNI yang dilakukannya itu bukan yang pertama dilakukannya.
“Saya kemari mau menjemputmu,” kata Sulaiman dengan nada pelan layaknya seorang ayah terhadap anaknya yang membuat hati Nanang sedikit tenang dan lega.
“Siap, komandan,” jawabnya.
“Ayo kita pulang kembali ke markas. Jangan ulangi lagi ya…!” ajak Sulaiman merangkul sang anak buah, seperti diceritakan Nanang eks personil Yonif 507 saat dihubungi melalui telepon dan Whatsapp pada 10 Maret 2023.
Kesokan harinya, Sulaiman memanggil anak buahnya itu dan memberi sejumlah wejangan dan sekaligis warning kepadanya. Rupanya Sulaiman ingin memastikan yang bersangkutan bisa melakukan koreksi diri dan merubah perilakunya.
“Saya dikenai sanksi hukuman piket satu bulan full tanpa bisa keluar markas,” cerita Nanang tersenyum mengenang masa itu.
Sebagai komandan dan atasan langsung, Sulaiman sebenarnya berhak dan bisa saja menghukum dengan menetapkan anak buahnya itu bersalah melakukan pelanggaran disiplin dan sejenisnya serta menjatuhkan hukuman disiplin dengan penahanan berat berupa kurungan badan beberapa hari. Tapi Sulaiman lebih memilih melakukan pembinaan dengan pendekatan yang humanis.
Karena sikap dan kebijakannya itulah, maka dimata prajurit yang berkarir 16 tahun di Batalyon Yonif 507 Sikatan dengan jabatan terakhir Batisiops ini, perhatian Sulaiman terhadap anak buah sangat tinggi. Bahkan menurutnya sang komandannya tak segan-segan “pasang badan” dan pertaruhkan jabatannya untuk membela anak buah sepanjang yang bersangkutan masih bisa dibina.
“Saya bisa merasakan selama menjadi anak buah beliau. Bahkan hubungan kami dengan Pak Leman (panggilan akrab Sulaiman,red), tidak sekedar formal dan kedinasan tapi sudah seperti hubungan yang sifatnya personal,” tutur Nanang yang kini bekerja pada sebuah pabrik di Surabaya pasca pensiun.
Ia mengaku sejak Pak Leman pindah tugas ke Kodim 0830/Surabaya Utara dibawah Korem 084/Bhaskara Jaya dengan pangkat kapten, dirinya sudah jarang bertemu dan seiring perjalanan waktu mendapat kabar kalau Pak Leman telah jadi Jenderal.
“Terakhir saya ketemu beliau pada saat reuni anggota Batalyon Yonif 507 Sikatan tahun 2016 di Surabaya. Dia masih seperti dulu, kami berpelukan hangat dan cipika cipiki,” ceritanya sembari menunjukkan foto momen reuni tersebut.
Discussion about this post