CAKRANEWS – Pada tahun 1987 Sulaiman berangkat ke Magelang, Jawa Tengah untuk menggapai impiannya. Tekadnya sudah bulat dan kuat.
Ibarat perahu Phinisi yang legendaris, layarnya sudah terkembang dan terus berlayar, dengan motto: “Lebih baik patah layar sebelum sampai daripada patah haluan sebelum berangkat.” Itu adalah juga pepatah lawas orang Bugis Makassar.
Jika seseorang sudah mempunyai niat bulat dan yakin harus dijalankan, tidak boleh berubah. Prinsip itu dipegang terus oleh Sulaiman yang diwariskan oleh orang tuanya. Akkatutu. Salahsatu falsafah orang Bugis yang mengajarkan bahwa seseorang harus bersungguh-sungguh dalam berikhtiar.
“Magelang, aku datang…!” kata Sulaiman saat itu, dalam hati.
Berdiri di pintu gerbang bangunan AKABRI. Kemudian dia langsung melapor kedatangan di pos tak jauh dari situ. Rupanya beberapa “catar” (calon taruna) lain sudah tiba duluan. Ia antri dipanggil. Menerima pembagian seragam dan peralatan militer pada hari pertamanya menghuni Lembah Tidar. Rambutnya diplontos untuk mengikuti proses perpeloncoan bersama “catar” lainnya.
Dalam perkembangan dan tuntutan reformasi, pada 1 April 1999 dimana Polri terpisah dari tiga angkatan lainnya, dan ABRI pun berubah menjadi TNI. Sejak itu Akademi Kepolisian (Akpol) terpisah dari AKABRI yang kemudian berubah namanya menjadi Akademi TNI yang terdiri dari AKMIL (Akademi Militer) AD di Magelang, AAL (Akademi Angkatan Laut) di Surabaya dan AAU (Akademi Angkatan Udara) di Yogyakarta.
Sampai tahun 1984 pendidikannya masih menganut pola pendidikan 4 tahun, sedangkan sejak 1985 menganut pola 3+1 dengan tahap pertama diselenggarakan selama 3 tahun masih berstatus Taruna. Adapun tahap kedua pada tahun ke-4, sudah berstatus sebagai perwira berpangkat letnan dua (Letda).
Mulai tahun 2007 lama pendidikan Akademi kembali dilaksanakan dalam 4 tahun, dengan alokasi pendidikan integratif 1 tahun diselenggarakan oleh Menchandra Akademi TNI dan 3 tahun di Akademi Angkatan sesuai Keputusan Panglima TNI nomor : Kep/56/V/2007 tanggal 11 Mei 2007 tentang perubahan lama waktu pendidikan integratif Taruna Akademi TNI dari 5 bulan menjadi 12 bulan. Sesuai dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/215/III/2018 tanggal 7 Maret 2018 tentang Perubahan Lama Waktu Pendidikan Integratif Taruna Akademi TNI dari 12 bulan menjadi 6 bulan.
Pertama kali masuk asrama di Magelang, Sulaiman menjalani pendidikan basis militer. Lalu bersama “catar” lainnya dilantik menjadi taruna AKABRI dengan pangkat “pratar” (prajurit taruna) dan kopral taruna. Pada tahun kedua, naik pangkat menjadi Sersan Taruna. Dia memilih masuk ke korps Infanteri.
Suka duka selama menjalani pendidikan menjadi memori yang tak bisa dilupakan Sulaiman dkk. Mulai tangis, canda hingga tawa, selalu mereka lalui bersama pendidik, pengajar dan pelatih serta senior di masa pendidikan. Fisik dan mental mereka digembleng agar senantiasa bahu membahu dalam menjalankan tugas dan kewajiban.
Andil dan peran besar pendidik, pengajar dan pelatih serta senior dan juga rekan sejawat semasa di AKABRI telah membentuk kepribadian serta wawasan dan pandangan Sulaiman akan tujuan bernegara, sehingga semakin mempertebal rasa nasionalisme dan kebangsaannya.
Sulaiman dkk melakoni semuanya dengan sabar dan tekun sebagai bekal dan syarat kelulusan menjadi seorang perwira. Saat itu tercipta semboyan “Together Forever, Bersama Selamanya” dan menjadi pelecut semangat mereka.
Pesona kota Magelang memang menggoda. Disamping terkenal dengan keberadaan Gunung Tidar dan kuliner kupat tahu, sejak lama identik sebagai “kota militer”. Dengan pemandangan alam yang indah, diapit dua sungai besar, Kali Elo dan Progo, di tengah-tengahnya menjulang bukit tua dengan pepohonan hijau.
Apalagi sejak dahulu, Magelang menjadi “magnet” dan diimpikan banyak pemuda dari berbagai penjuru negeri untuk tempat menempa diri sebagai kesatria bangsa, dengan menjadi taruna Akademi Militer. Institusi itu bagaikan kawah candradimuka yang melahirkan para perwira tangguh TNI Angkatan Darat.
Di kota ini juga ada Secaba (Sekolah Calon Bintara TNI AD), salah satu jenjang pendidikan militer, dua batalyon markas, yakni Armed 3 dan Armed 11, serta Rindam IV/Diponegoro. Hal itu membuat kota seluas 18.117 kilometer persegi itu menjadi rujukan pendidikan kemiliteran.
Keberadaan pusat pendidikan militer tersebut, juga mengubah landskap wajah dan suasana kehidupan kota Magelang. Pemandangan aktivitas, ornamen dan iring-iringan kendaraan militer di sepanjang jalan-jalan utama kota sudah lazim menjadi hal biasa.
Namun momen yang ditunggu-tunggu warga Magelang yakni penampilan defile taruna Akmil dalam barisan Drumband Genderang Seruling Canka Lokananta. Biasanya rute defile dari alun-alun di pusat kota melewati Jalan Pemuda, Jalan Tidar, dan Jalan Gatot Subroto sebelum kembali ke markas Akmil di sisi barat Gunung Tidar. Pemandangan defile drumband taruna dengan keramaian warga yang menonton, membuat suasana kota seperti sedang menggelar festival.
Genderang seruling canka lokananta atau yang sering disebut canka lokananta merupakan kelompok drumband kebanggaan korps taruna Akmil. Penampilannya sebagai tradisi turun-temurun, dari generasi satu ke generasi selanjutnya.
Perpaduan suara alat-alat tersebut terdengar khas dan merdu ketika dimainkan oleh para taruna. Hal ini tidak mengherankan karena sebenarnya secara bahasa, canka lokananta mempunyai arti suara merdu dari surga.
Dalam setiap atraksi, genderang seruling canka lokananta dipimpin oleh mayoret atau dalam istilah taruna disebut Penatarama. Biasanya postur tubuhnya lebih tinggi daripada yang lain. Kostum yang dipakai pun unik, penuh dengan aksesoris kebesaran khas militer dan mengenakan topi militer berhiaskan bulu-bulu dari hewan yang diawetkan.
Permainan tongkat komando para Penatarama yang atraktif juga ditunggu warga. Dengan luwes, ia bergerak kesana-kemari, mengatur barisan, urutan lagu dan mars dinas, formasi variasi, hingga memperingatkan warga untuk memberikan ruang gerak yang cukup luas bagi penampilan mereka.
Yang paling khas dari korps ini adalah kostum yang dipakai oleh penabuh bass drum dan beberapa pemain tenor. Baju loreng bersayap dengan hiasan kepala model kepala macan. Genderang seruling canka lokananta selain menjadi kebanggaan para taruna Akmil, juga telah salah satu ikon kebanggaan masyarakat Magelang.
Penampilan mereka selalu ditunggu warga, terutama saat-saat tertentu, seperti parade perkenalan taruna junior. Dan juga prosesi pawai “pamitan” taruna senior yang akan lulus menjadi perwira muda, serta juga saat perayaan hari jadi Kota Magelang, setiap pertengahan April.
Discussion about this post