CAKRA.News – Kalimat ‘Negara Tidak Boleh Berbisnis dengan Rakyatnya’ menjadi populer ketika politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning melontarkannya pertama kali sebagai kritik kepada Menteri, para pimpinan, dan para direksi BUMN pada bulan Februari 2018.
Ribka yang waktu itu anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan membela nasib para buruh dan pekerja yang masih saja ada yang terkena outsourcing dari BUMN.
Rupanya, soal berbisnis dengan rakyat sangat sulit dihilangkan para pejabat walaupun untuk pejabat sekelas kementerian.
Jika Ribka Tjiptaning menyebut Negara Berbisnis dengan Rakyat terkait tata kelola BUMN yang tidak melindungi para pekerja, kini atas nama negara pula para pejabat yang berwenang berbisnis dengan rakyat dengan mengusung pandemi covid-19.
Untuk mencegah penyebaran pandemi covid-19 ditetapkan aturan wajib swab test PCR terutama di bandara-bandara agar hanya orang yang bebas virus covid-19 yang boleh bepergian via pesawat terbang.
Rakyat Indonesia yang memang terbiasa patuh dengan aturan wajib pemerintah tidak ada yang protes dan lanjut mengikuti aturan walaupun untuk swab test dan PCR, waktu pertama kali ditetapkannya aturan, dibandrol atau harus bayar 2juta rupiah.
Tendensi adanya bisnis dengan rakyat mulai nampak ketika para pengguna pesawat terbang mulai anjlok dan maskapai penerbangan meronta tak berpenumpang.
Harga test swab PCR pun turun menjadi 1 jutaan rupiah, dan ketika ada pemberitaan bahwa di India harga test swab PCR hanya 100 ribu rupiah ditambah Jokowi mulai mengendus ada yang tidak beres, test swab PCR pun turun lagi menjadi 500 ribu rupiah.
Setelah kurva penularan virus covid-19 melandai dan Indonesia banyak dipuji negara lain atas keberhasilan penanganan covid-19, test swab PCR pun ditiadakan.
Sekarang banyak rumor yang menyebut bahwa ada perusahaan swasta yang telah mengimpor sangat banyak alat swab test PCR dengan harga murah yang kemudian bermuara pada aturan baru sektor perhubungan bahwa para penumpang di Bandara kembali diwajibkan test swab PCR, dan kini dibandrol hanya seharga 300 ribuan.
Untuk kali ini, apalagi sangat terasa bahwa Kementerian Perhubungan seperti memaksakan ‘bisnis dengan rakyat’, suara riuh rakyat membahana mengecam aturan itu sehingga tak lama aturan wajib swab test PCR pun ditiadakan.
Namun seperti tak mau kehilangan akal, dibuat lagi aturan swab test PCR yang kini menyasar angkutan darat.
Begitulah dagelan ‘bisnis dengan rakyat’ terus dimainkan, menumpang misi mulia mencegah gelombang ketiga penyebaran virus covid-19 di Indonesia.
Para pakar epidemolog pun terus bersuara di media massa tentang bahayanya gelombang ketiga penyebaran covid-19 lengkap dengan berbagai teori yang lebih memusingkan ketimbang menenangkan rakyat.
Para pebisnis dengan rakyat pun terus melantunkan orkestra agar tetap bisa mengeruk uang rakyat sebanyak-banyaknya, tak hirau dengan kesulitan ekonomi rakyat yang semakin sulit saja setiap harinya.
Padahal, jika ditelisik keuntungan yang telah didapat para ‘pebisnis dengan rakyat’ ini, bisa dihitung seberapa besar keuntungan yang telah diraihnya.
Barangkali sudah ratusan miliar atau bahkan triliunan keuntungan yang telah memenuhi kantongnya, jika dihitung mulai harga 2 jutaan, 1 jutaan, dan terakhir 500 ribuan dikali dengan berapa puluh ribu rakyat pengguna penerbangan yang berhasil mereka sedot uangnya, hanya dengan swab test PCR yang ternyata di luar negeri apalagi di India hanya seharga 100 ribuan, demikian pula di AS test swab PCR itu gratis dan bisa dilakukan di mana saja, gratis.
Kiranya noda arang ini bisa secepatnya dibereskan oleh Jokowi karena sepertinya hanya dia seorang yang bisa menebas para pemain kakap ‘pebisnis rakyat’ ini.
Bukan hanya para haters Jokowi yang sudah tentu protes, bahkan para pendukung Jokowi pun turut protes atas kebijakan tendensius para ‘pebisnis rakyat’ ini.
Gusur para pejabat ‘pebisnis rakyat’, bangga menjadi Bangsa Indonesia.**
HARIANTO RIVAI, Pemimpin Redaksi Cakra.news
Discussion about this post