TARAKAN, CAKRANEWS– Di balik deretan kios yang mulai berdebu dan papan “Dikontrakkan” yang warnanya telah memudar, Pasar Gusher menyimpan kisah pilu para pedagang yang masih bertahan. Pasar yang dulu ramai kini perlahan berubah menjadi sepi dan lengang.
Di lorong-lorong pasar, hanya segelintir penjual pakaian dan pedagang kebutuhan pokok yang masih setia membuka lapaknya. Sebagian besar lainnya telah menyerah.
Ketua Kerukunan Pedagang Pasar Gusher, Sahir Muhayang, menyebutkan bahwa pasar ini memiliki sekitar 450 petak kios, 100 ruko, dan 400 los. Namun, kondisi saat ini sangat memprihatinkan. “Pedagang pakaian jadi mungkin sudah di bawah 100,” ujarnya, Rabu, 7 Mei 2025.
Ia mengakui bahwa dirinya bukan satu-satunya yang akhirnya banting setir. Banyak pedagang lain pun terpaksa meninggalkan kios yang dulu menjadi sumber penghidupan mereka. Los-los di bagian belakang pasar yang menjual ikan, daging, sayur, dan buah masih bertahan. Namun untuk kios pakaian, kondisinya hampir mati suri.
Penyebab utama dari sepinya pasar ini adalah perubahan perilaku konsumen. Kini masyarakat lebih memilih belanja secara online. Sayangnya, banyak pedagang belum siap beradaptasi dengan perubahan ini.
“Sebenarnya bisa dipadukan antara online dan offline, asal mau berinovasi,” tambah Sahir.
Dampaknya langsung terasa pada harga sewa kios. Jika sebelumnya disewa hingga Rp25 juta per tahun, kini hanya berkisar Rp5–6 juta. Namun meski harga turun drastis, tetap saja banyak kios yang tidak laku.
“Ada kios yang bertahun-tahun tidak pernah disewa meskipun sudah dipasangi papan dikontrakkan,” jelasnya.
Sahir menekankan perlunya dukungan dari pemerintah dan pengelola pasar. Ia berharap ada pembinaan dan edukasi, terutama dalam hal digitalisasi, manajemen usaha, dan pemasaran.
“Kita berharap wartawan bisa bantu dorong pemerintah lakukan terobosan. Pasar Gusher ini ikon Kaltara,” ujarnya.
Menurutnya, kepemilikan kios di Pasar Gusher terbagi menjadi tiga pihak. Pertama, pengusaha yang membeli langsung dari pengembang, pemerintah yang menyewakan kios kepada masyarakat, dan pihak PT Gusher sebagai pemilik langsung.
Sementara itu, Agus Toni selaku Pengelola Pasar Gusher Tarakan mengakui tantangan besar yang dihadapi pasar ini. Ia menyebut, peralihan gaya belanja dari offline ke online adalah fenomena global.
“Orang ke mal sekarang cuma jalan-jalan, minum, nongkrong, lalu pulang,” tuturnya.
Agus menyebut pihaknya akan segera duduk bersama pedagang untuk mencari solusi terbaik. Ia juga mengaku telah memberikan keringanan kepada penyewa yang terdampak, seperti pengurangan biaya sewa.
Selama ini, Pasar Gusher dikenal bukan sekadar tempat jual beli, melainkan juga sebagai sumber kehidupan masyarakat Tarakan. Kini, kondisinya mulai sepi ditinggal sebagian pedagang. Yang tersisa hanyalah mereka yang bertahan bukan karena untung, tapi karena belum memiliki pilihan lain.
Discussion about this post