Cakra.news, Tujuh bocah perempuan yang duduk di deretan kursi penerima tamu ini terlihat begitu cantik dan anggun dengan pakaiannya masing – masing. Tiga bocah mengenakan baju adat Suku Dayak warna hitam lengkap dengan hiasan manik – manik dan topi di kepala, sedangkan empat bocah lainnya menggunakan baju bodo warna baru lengkap dengan sarungnya, baju bodo adalah baju adat suku Bugis, Sulawesi Selatan.
Sambil menunggu tamu yang datang, mereka berbicara satu sama lain dengan akrab, sesekali mereka juga terlihat tertawa riang. Mengajak serta anak – anak dengan baju adat sebagai penerima tamu pada acara pernikahan adalah sebagian dari potret kerukunan antar suku dan agama yang terjalin begitu kuat di Desa Sekaduyantaka, Kecamatan Sei Manggaris.
Potret toleransi itu terlihat di acara resepsi pernikahan Geiskel dan Nella Risa, anak dari Kuing Surang, Ketua Dewan Adat Kenya Kabupaten Nunukan di Desa Sekaduyantaka, Kamis (20/1). Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid dan Kepala Bagian Prokompim Setda Nunukan Hasan Basri ikut menghadiri acara tersebut.
Di acara resepsi itu, tokoh adat dan tokoh masyarakat dari beberapa suku ikut menjadi penerima tamu, para tamu juga dihibur oleh penampilan tari – tarian khas Suku Bugis dan suku – suku yang lainnya.
Saling menghargai, saling memahami, dan saling membantu tanpa melihat latar belakang suku dan agama seakan telah menjadi keseharian masyarakat si Sekaduyantaka, sehingga pada akhirnya mereka dapat hidup rukun dan damai.
Diantara mereka selalu berusaha mengajak dan melibatkan- pihak yang pihak yang lain di luar komunitasnya dalam setiap kegiatan sosial. Bahkan sampai kepengurusan Dewan Adat Dayak Kenya pun, dilibatkan tokoh – tokoh di luar suku dayak, contohnya adalah Hasanuddin Mude, salah satu tokoh bugis didapuk sebagai pembina.
Hasanuddin Mude mengakui kerukunan antar suku dan agama di Sekaduyantaka telah terjalin baik selama ini, bahkan jajaran pemerintah dan TNI/Polri pun sampai memberikan apresiasinya.
“Kalau biasanya pengurus dewan adat itu hanya dari suku yang bersangkutan, tapi kalau di sini (sekaduyantaka) melibatkan suku – suku yang lain. Ini yang luar biasa,” kata Hasanuddin.
Nah sebetulnya jika dirunut agak mundur ke belakang, nama Sekaduyantaka sendiri sebetulnya memang sarat akan makna kerukunan.
Nama Sekaduyantaka ternyata berasal dari gabungan nama 4 kampung, yaitu Sei Ular, Sei Kapal, Sekelayan, dan Kanduangan. Sementara Taka dalam bahasa Suku Tidung artinya kita. Jadi Sekaduyantaka berarti gabungan dari empat kampung yang ingin hidup secara rukun dan damai.
Maka jika hari ini kita ingin belajar tentang toleransi, tidak perlu pergi jauh – jauh, cukup datang dan belajarlah di Sekaduyantaka.
Discussion about this post