JAKARTA, CAKRANEWS – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terancam kehilangan sekitar 7.000 pegawai non-ASN yang berada di pusat hingga ke provinsi dan kabupaten/kota.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyebut, kebijakan pemerintah yang akan menghapus seluruh tenaga honorer pada 28 November 2023 mendatang membuat lembaganya terancam kehilangan SDM.
Padahal, menurut Bagja, saat ini Bawaslu benar-benar membutuhkan para pegawai untuk menjalankan kerja-kerja pengawasan terhadap tahapan-tahapan Pemilu 2024.
“Penghapusan honorer terjadi saat tahapan pemilu memasuki fase krusial,”kata Bagja di Jakarta, Rabu 21 Juni 2023.
Bertepatan dengan 28 November 2023, Bawaslu tentu khawatir, karena tanggal itu bertepatan dengan hari pertama masa kampanye yang harus diawasi ketat.
Bagja menegaskan, bahwa persoalan pegawai non-ASN ini adalah masalah yang mendesak untuk diselesaikan, sementara belum ada solusi pasti dari pemerintah.
“Sekarang lagi dibicarakan memang, tapi (pemerintah) belum jelas juga jalan keluarnya seperti apa. Padahal, sekarang sudah bulan Juni,” ujar Bagja.
Lebih lanjut, Bagja mengaku pihaknya sudah membicarakan persoalan itu dengan Menpan RB Abdullah Azwar Anas dalam beberapa kali pertemuan.
Sudah ada tiga opsi solusi untuk mengatasi persoalan pegawai non-ASN di Bawaslu.
Pertama, menyediakan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) khusus bagi Bawaslu agar para tenaga honorer bisa diangkat menjadi PPPK. Kedua, membuka formasi PPPK umum dan lowongan CPNS Bawaslu.
Bagja mengatakan, meski sudah ada tiga opsi penyelesaian masalah honorer Bawaslu, tapi Pemerintah tak kunjung membuat keputusan. Alhasil, Bawaslu kini berada di tengah ketidakpastian saat tahapan Pemilu 2024 sedang memasuki fase krusial.
“Belum ada kejelasan juga apa yang dipilih (pemerintah). Apakah opsi satu, dua, atau tiga,” ujarnya.
Bagja tak mempermasalahkan opsi mana yang akan diambil Pemerintah karena ketiga opsi tersebut sama-sama bisa menyelamatkan para tenaga honorer Bawaslu.
Discussion about this post