TARAKAN, cakra.news – Ketua KNTI Provinsi Kalimantan Utara, Rustam menguraikan kondisi nelayan di wilayah Lingkas Ujung, Tarakan, Minggu (10/10/2021).
Mayoritas nelayan di Tarakan, kata dia, masih di bawah garis kemiskinan, sehingga sangat perlu bantuan dari pemerintah.
Rustam berharap pemerintah memperhatikan pemberdayaan ekonomi nelayan; termasuk didalamnya perlindungan sosial, perlindungan ekonomi, perlindungan jiwa dan perlindungan keberlangsungan usaha.
“Sebagai contoh pak Sanusi, Beliau sudah lama tinggal di perahu kira-kira selama 3 tahunan, kalau perahunya tidak hancur dan viral seperti sekarang, saya yakin pemerintah juga tidak akan pernah tahu bahwa ada salah satu warganya yang masih tinggal di dalam perahu,” ungkapnya.
Dia berharap agar pemerintah memperhatikan pemberdayaan ekonomi nelayan, perlindungan sosial nelayan, perlindungan ekonomi, perlindungan jiwanya dan kelangsungan usahanya.
“Saya kira itu yang harus dilakukan pemerintah. Sesuai dengan UU Perlindungan Nelayan itu sudah jelask kok kewenangan daerah masing-masing baik Walikota, Bupati, Gubernur itu sudah diatur dalam regulasi yang ada,” tambahnya.
Rustam juga mengeluhkan susahnya akses permodalan yang terbilang berbelit-belit padahal yang dibutuhkan para nelayan adalah kemudahan supaya mereka bisa fokus mencari ikan saja, sedangkan urusan birokrasi yang berbelit-belit supaya diberi kemudahan.
Menurut Rustam, pemberdayaan ekonomi nelayan termasuk di dalamnya peremajaan alat tangkap ikan, beri kemudahan bagi nelayan untuk mngakses permodalan. jangan dipersulit. Kalau perlu pemerintah yang memberikan modal, sehingga birokrasinya tidak terlalu berbelit-belit kalau nelayan membutuhkan modal.
“Modal nelayan itu biasanya untuk membeli alat tangkap ikan, memperbaiki armada dan membeli mesin atau perbaikan mesin,” ungkapnya.
Masa pandemi, kata Rustam, memberikan dampak buruk bagi nelayan, karena harga bahan baku seperti bensin atau alat-alat tangkap ikan dan sebagainya naik, sedangkan hasil tangkap ikan turun, dan harga ikan juga turun, sehingga pendapatan mereka menjadi turun, belum lagi ditambah susahnya untuk mendapatkan BBM.
“Masa pandemi ini sangat berimbas ke nelayan yak karena semua harganya naik. Kemudian hasil tangkap kita turun, harganya juga harganya turun, itu situasi yang kita hadapai sekarang, belum lagi dengan BBM yang juga susah didapat,” tuturnya.
Kebiasaan nelayan di sini, beber Rustam, ketika mau melaut baru beli BBM.
“Jadi harapan kita, begitu kita datang di APMS atau SPBU ya ada barangnya, nelayan itu dia mau turun baru pegang uang, karena rata-rata nelayan itu masih tergantung ke pengepul, jadi dia mau turun baru ambil panjar untuk beli minyak, jadi pada masa-masa istirahat kalau dia tidak dapat hasil laut dia tidak pegang uang, ini persoalan yang tidak diketahui pemerintah. Dia pada saat mau melaut pegang uang tapi barangnya (BBM) sudah tidak ada, satu hari terlambat, dua hari terlambat waktunya sudah terbuang,” ujarnya.
Diterangkan Rustam, nelayan Tarakan dalam sebulan melaut hanya dua kali, kalau waktunya terbuang dia tunggu bulan berikutnya lagi. Kalau nelayan-nelayan wilayah lain itu bisa melaut kapan saja beda dengan nelayan-nelayan di Tarakan, dia ketergantungan dengan karakteristik alam.
“Kalau wilayah lain asal tidak capek bisa turun terus, tergantung tenaga, ini masalah,” ungkap Rustam.*
Pewarta : Aan Boan Kardono
Discussion about this post