JAKARTA, cakra.news – Antisipasi pengepungan, pasukan pro-pemerintah di Yaman tengah bersiap untuk mempertahankan kota Marib, benteng utara terakhir mereka, melawan pejuang Houthi yang bertekad mengambil kendali penuh atas salah satu daerah penghasil energi utama di Yaman, Minggu (07/11/2021)
Jika Gubernur Marib jatuh ke tangan Houthi, itu akan menjadi pukulan bagi koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi yang telah memerangi kelompok yang bersekutu dengan Iran selama lebih dari enam tahun tersebut dan melemahkan upaya perdamaian yang dipimpin PBB.
Pertempuran yang membayangi kota Marib juga akan membahayakan populasinya yang berjumlah tiga juta orang, termasuk hampir 1 juta orang yang melarikan diri dari bagian lain Yaman sejak kota itu terjerat dalam perebutan kekuasaan regional antara Arab Saudi dan Iran.
Juru bicara militer Houthi Yahia Sarea mengumumkan pada Selasa bahwa mereka telah merebut distrik al-Jubah dan Jabal Murad di Marib, setelah bulan lalu merebut al-Abdiyah dan Harib, dengan mengatakan “mujahidin kami melanjutkan perjalanan menuju kota Marib.”
Mereka telah maju di sebagian besar distrik di Marib, satu-satunya wilayah penghasil gas Yaman dan rumah bagi salah satu ladang minyak terbesar di negara itu di Marib Al Wadi, yang sampai sekarang masih sepenuhnya di bawah kendali pemerintah.
Tidak jelas apakah Houthi akan melancarkan serangan langsung ke ibukota Provinsi Marib atau mengambil alih fasilitas minyak dan gas terdekat dan mengepung kota.
Keuntungan teritorial mereka di Marib serta di Shabwa yang kaya minyak di selatan, meskipun serangan udara koalisi dan pertempuran sengit telah memakan banyak korban di kedua sisi, tetapi juga membunuh warga sipil.
“Pengendalian Houthi atas semua Marib terlihat hanya masalah waktu meskipun bisa memakan waktu beberapa bulan, kecuali pasukan pemerintah menerima senjata berkualitas lebih baik dari koalisi dan mengatasi perbedaan di antara mereka,” kata Maysaa Shuja Al-Deen, seorang rekan di Sana’ sebuah Pusat Studi Strategis.
Pasukan pemerintah mengatakan mereka tidak akan menyerah. Parit, karung pasir, dan ranjau darat ditempatkan di sekitar kota, kata dua sumber militer dan seorang pejabat setempat.
“Jika Houthi bergerak melalui gurun menuju ladang minyak dan gas di timur kota Marib, mereka akan menjadi mangsa yang mudah bagi pesawat tempur koalisi, sehingga mereka akan mencoba mengepung kota dari tiga front, tetapi kami dapat menahan dan menghancurkan mereka,” ujar seorang komandan militer, yang menolak disebutkan namanya, kepada Reuters.
Marib terletak di sebelah timur ibukota Sanaa, yang direbut Houthi bersama dengan sebagian besar Yaman utara pada 2014 ketika mereka menggulingkan pemerintah yang didukung Saudi, mendorong koalisi untuk campur tangan hanya untuk terperosok dalam kebuntuan militer.
Ada sebuah gambar menunjukkan kehancuran di sebuah masjid di kota strategis utara Yaman, Marib, pada 1 November 2021, setelah serangan rudal pemberontak Houthi yang menewaskan sedikitnya 22 orang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat telah berjuang untuk merancang gencatan senjata yang diperlukan untuk menghidupkan kembali pembicaraan politik guna mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan orang kelaparan.
“Kekhawatiran langsung kami adalah tentang keselamatan dan perlindungan warga sipil di Marib. Hanya dalam enam bulan pertama tahun ini, lebih banyak warga sipil tewas atau terluka daripada gabungan dua tahun sebelumnya,” kata Erin Hutchinson, Direktur Negara Dewan Pengungsi Norwegia. di Yaman.
Pembicaraan antara Muslim Sunni Arab Saudi dan Syiah Iran yang bertujuan untuk meredakan ketegangan telah membuat sedikit kemajuan, tapi majunya Houthi di Marib kemungkinan akan semakin menguatkan Teheran.
Arab Saudi dan Iran telah bertahun-tahun bersaing untuk menguasai seluruh wilayah.
“Dari perspektif Iran, sekutu mereka di Yaman, Houthi, tampaknya punya kans besar untuk memenangkan perang di utara, jika bukan seluruh negara.
Sangat sulit dipahami jika Houthi berhenti dimana saat ini adalah waktu yang tepat untuk memenangkan perang,” kata Peter Salisbury, analis senior di International Crisis Group.
Riyadh, yang ingin keluar dari perang yang mahal ini tetap membutuhkan jaminan keamanan termasuk rudal Houthi yang menargetkan kota-kota Saudi, apalagi setelah melihat peralihan kekuasaan ke Houthi sejak 2019, ketika sekutu Uni Emirat Arab sebagian besar menghentikan dukungannya.
“Saudi … tidak akan meninggalkan (Yaman) dengan cara apa pun, mereka perlu menunjukkan intervensi mereka sebagai sebuah keberhasilan,” kata Salisbury.
Bahkan jika Riyadh mencapai kesepakatan dengan Houthi, mengakhiri perang juga membutuhkan kesepakatan di antara banyak faksi Yaman.
“Apakah mungkin mereka bekerjasama untuk penyelesaian yang koheren secara internal?,” katanya.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post