CAKRANEWS – Pertama kali ditugaskan ke salah satu daerah beranda negara, di ujung utara pulau Borneo, memberi kesan tersendiri bagi Sulaiman. Terlebih sebelumnya ia lebih banyak menjalani penugasan di wilayah perkotaan dan pulau Jawa. Bagi sebagian orang, mungkin saja hal itu dianggap musibah, hukuman, pembuangan dan hal-hal lain yang terkesan tidak mengenakkan. Apalagi ujung negeri atau wilayah perbatasan negara masih kerap dicap stigma “anak tiri”.
Sulaiman bisa maklum. Sebab kota itu seperti sihir. Setiap orang, terutama orang-orang dari kampung, akan selalu bergegas dan berbondong menuju kota. Mungkin berbagai pernak pernik kota menggodanya. Di malam hari, lampu-lampu kota menawannya. Bak terhipnotis, mereka enggan beranjak. Bahkan banyak yang sampai lupa pulang.
Kondisi geografis Kalimantan Utara (Kaltara) terbilang sangat kompleks dan pelik dalam menjalankan tugas di lapangan karena sebagian daerahnya masuk kategori remote area. Artinya lokasi yang sangat sulit untuk dijangkau. Beberapa wilayah hanya bisa dijangkau dengan transportasi sungai.
Kecamatan Sungai Tubu di kabupaten Malinau misalnya, bisa dijangkau dengan menggunakan perahu kayu selama kurang lebih 32 jam. Dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama dua hari. Selain itu, dikawasan Sebatik, kabupaten Nunukan, terkendala masalah material karena bahan baku yang harus didatangkan dari luar pulau.
Problematika lain yang muncul dari aspek kesenjangan wilayah antara lain berupa ketimpangan tingkat pendapatan. Lalu masih ada perbedaan nilai tukar dan nilai jual komoditas, hingga orientasi ekonomi lebih ke negara tetangga sementara kawasan dalam negeri di perbatasan hanya jadi hinterland.
Disamping masalah garis batas negara, persoalan yang kerap muncul di perbatasan adalah pengrusakan dan pergeseran patok batas, adanya penangkapan WNI oleh polisi Malaysia, TKI ilegal, penyelundupan miras serta narkoba, dan ketergantungan masyarakat pada pasokan barang dari negara tetangga.
Prasarana jalan darat untuk wilayah pedalaman sangat sulit untuk dilalui. Di beberapa kabupaten, untuk mencapai suatu desa dengan jarak sejauh 180 Kilometer jika memakai kendaraan bermotor roda dua bisa memakan waktu 7-8 hari. Medannya ekstrim: curam, ekstrem, berlumpur, dan berbatu.
Kendati demikian, ada pula yang pemberani. Tidak silau dan terbuai godaan kota. Salahsatu diantara yang sedikit itu adalah Sulaiman. Dia menganggap hal itu sebagai tantangan untuk memacu semangat bekerja. Secara pribadi, dia mengaku senang dengan setiap tugas yang diberikan. Sulaiman ingin selalu memenuhi janji aparat TNI, memberikan rasa aman, menjamin keamanan dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Apa yang menjadi tugas dari pimpinan akan saya laksanakan dengan baik. Apalagi saya sebagai aparatur keamanan negara dan prajurit TNI, harus siap ditempatkan dimana saja. Menjaga perbatasan negara adalah kehormatan bagi saya,” tegasnya.
Sebagai aparat negara yang bekerja dibidang intelijen, Sulaiman bertanggungjawab untuk memastikan kondisi keamanan dan kelancaran berbagai kegiatan pembangunan yang ditarget bisa membawa banyak manfaat untuk masyarakat sehingga bisa mendukung percepatan kemajuan daerah perbatasan Kaltara. Tidak lagi “anak tiri” tapi sudah jadi ‘anak kandung”.
“Kita berharap dengan pembangunan yang masif, Kaltara bisa semakin tumbuh dan berkembang. Mulai dari peningkatan ekonomi dengan adanya PLBN, peningkatan derajat kesehatan dengan penyediaan air minum dan sanitasi, menghilangkan wilayah kumuh, membuat sekolah dan sarana pendidikan lainnya.”
Bagi Sulaiman, pembangunan yang dilakukan pemerintah di wilayah perbatasan Kaltara selama ini sebagai bukti kehadiran negara di seluruh daerah perbatasan. Sedangkan untuk menembus tantangan kondisi geografis dan aksesibilitas di batas negeri dibutuhkan pengabdian tanpa batas. Dirinya sudah membuktikannya
Discussion about this post