TARAKAN, CAKRANEWS – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) menilai hak-hak pelayanan kesehatan penderita stunting belum optimal. Oleh sebab itu, Ombudsman mengajak masyarakat Kaltara untuk aktif mengawasi dan melaporkan jika menemukan dugaan malaadministrasi pada penanganan stunting.
Kepala ORI Perwakilan Kaltara Maria Ulfa menerangkan, bahwa Ombudsman RI secara nasional mendorong upaya pencegahan dalam penurunan stunting melalui sosialiasi pengaduan fasilitas kesehatan pemerintah. Menurutnya, seluruh masyarakat Kaltara memiliki hak-hak pelayanan kesehatan yang harus diterima terkait stunting.
Berbagai tindak maladministrasi seperti ketidaktepatan identifikasi, penyimpangan prosedur, hingga tidak mendapatkan akses pelayanan dapat diadukan ke Ombudsman RI Perwakilan Kaltara.
Caranya dengan menghubungi nomor WhatsApp 08112743737 atau melalui Direct Message (DM) Instagram Ombudman RI Kaltara.
“Bisa melalui email pengaduan.kaltara@ombudsman.go.id atau dengan mendatangi Kantor ORI Kaltara di Jalan Kusuma Bangsa, Tarakan, Kaltara,” ucapnya kepada awak media, Senin 13 Mei 2024.
Selama ini, kata Maria, penanganan stunting di Kaltara belum optimal. Terbukti dengan tidak adanya kejelasan terkait pemberian makanan tambahan bagi keluarga penderita stunting di setiap daerah.
“Semisal Nunukan itu pemberian makanan tambahannya makanan jadi seperti nasi kuning ada telornya ada ayamnya dan ada campuran mienya. Kalau dibandingkan dengan informasi yang kami terima di Tarakan ada pemberian itu bukan makanan jadi tapi yang masih mentah seperti telur satu rak dan ayam mentah,” paparnya.
Menurutnya, perlu ada standarisasi yang jelas terkait pemberian tambahan gizi kepada penderita stunting. “Kalau berbicara bantuan perlu kita mengantisipasi jangan sampai bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran,”katanya.
Ditambahkan Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi ORI Kaltara, Bakuh Dwi Tanjung mengatakan, dari hasil peninjauan di Pantai Amal, lokasi yang banyak ditemukan penderita keluarga stunting, ia menemui kendala dalam penanganan stunting.
Salah satunya, banyaknya pendatang yang mengalami stunting namun tidak terakomodir dalam hal pelayanan dan penanganan.
“Masa masyarakat pendatang yang enggak punya KTP di sini tapi menderita stunting tapi tidak bisa diberi bantuan,” katanya.
Menurutnya, perlu ada kebijakan khusus yang dilakukan Pemerintah Daerah menyikapi persoalan tersebut.
Selain itu, lanjut Dwi, ada kendala klasik dalam penanganan stunting di setiap daerah yakni anggaran terutama dalam hal pencegahan. Padahal, pencegahan stunting lebih menitikberatkan pada pencegahan. Sebab ketika anak sudah divonis stunting akan lebih sulit untuk kembali normal. Untuk itu, ia berharap upaya pencegahan stunting seperti sosialisasi dan pendampingan ibu hamil perlu mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Daerah.
“Mereka hanya punya Rp 46 juta setahun. Di Pantai Amal kemarin disampaikan ada 75 anak yang sudah terkonek stunting. Sebagian besar itu hanya 45 yang bisa diberikan bantuan. Sisanya enggak bisa karena bukan domisili di sini. Ini kan tidak bisa diabaikan,”tegasnya.
Discussion about this post