JAKARTA, CAKRNEWS – Polemik anggota TNI-Polri aktif diberi posisi pejabat (Pj) kepala daerah, telah menjadi sorotan tajam publik belakangan ini.
Menanggapi isu itu, pakar hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari mengatakan, TNI-Polri dilarang menjadi pejabat kepala daerah, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Feri, berdasarkan UUD 1945, tugas TNI-Polri bukan menjadi pejabat pemerintah daerah, melainkan menjaga pertahanan dan keamanan negara.
“Tegas terang benderang tidak boleh kemudian penjabat kepala daerah diisi oleh TNI dan kepolisian karena itu bukan tugas konstitusionalnya, ditambah lagi putusan Mahkamah Konstitusi mempertegas itu,” kata Feri dalam diskusi daring yang disiarkan di kanal YouTube Virtue Research Institute, dikutip Kamis 16 Mei 2022.
Dalam Undang-undang mengenai TNI maupun Polri, juga ditegaskan personel aktif dilarang menduduki jabatan sipil, kecuali mengundurkan diri.
Lebih lanjut, Feri menjelaskan, meski sudah nonaktif atau mengundurkan diri, tak serta merta langsung dapat menjabat Pj kepala daerah. Karena, pertimbangan hukum MK tidak hanya mempersoalkan aktif dan tidak aktif aparat TNI/Polri, melainkan ada tiga hal yang mesti diperhatikan.
Dia menjelaskan, dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan amanat konstitusi yang memerintahkan pemilihan kepala daerah secara demokratis. Menurut Feri, untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi itu, MK memerintahkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana yang mengatur pengisian kekosongan jabatan kepala daerah menuju pilkada serentak secara nasional.
“MK menyinggung bahwa untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UUD, pemilihan kepala daerah juga perlu segera dipertimbangkan membentuk peraturan pelaksana agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata dia.
Selain itu, penunjukkan kepada daerah juga harus menjamin keterbukaan dan transparansi. Lalu, yang terpenting adalah kompetensi pejabat serta aspirasi daerah.
“Bagaimana kita bisa menjelaskan bahwa pejabat kepala daerah yang dipilih itu berkaitan dengan aspirasi masyarakatnya, tidak terbuka, tidak transparan, tidak kompeten, tidak ada peraturan pelaksanaannya,” ucap Feri.
Discussion about this post