BENI KONGO, cakra.news – Uganda dan Republik Demokratik Kongo melancarkan serangan udara dan artileri bersama di Kongo Timur terhadap milisi terkait ISIS yang dikenal sebagai Pasukan Demokrat Sekutu (ADF), Selasa (30/11/2021).
Berbasis di Kongo sejak akhir 1990-an, ADF disalahkan karena membunuh ratusan penduduk desa di timur negara itu dalam penggerebekan setelah berjanji setia kepada ISIS pada pertengahan 2019.
ISIS pada gilirannya mengklaim bertanggungjawab atas beberapa kekerasan ADF, termasuk serangkaian pemboman baru-baru ini di Uganda, tetapi peneliti PBB tidak menemukan bukti komando dan kendali ISIS atas operasi ADF.
Juru bicara tentara Uganda Flavia Byekwaso mengatakan, Dia belum menerima rincian serangan terhadap pangkalan ADF, tetapi itu tidak akan terjadi sekali saja.
“Seperti yang diumumkan, tindakan yang ditargetkan dan terpadu dengan tentara Uganda dimulai hari ini dengan serangan udara dan tembakan artileri dari Uganda pada posisi teroris ADF di DRC,” kata juru bicara pemerintah Kongo Patrick Muyaya di Twitter.
Serangan bersama itu adalah pertama kalinya Uganda secara terbuka melakukan intervensi terhadap ADF di Kongo sejak kampanye singkat pada Desember 2017.
Seorang kepala daerah dan seorang penduduk mengatakan mereka mendengar ledakan pada Selasa pagi di wilayah Watalinga, provinsi Kivu Utara, di perbatasan Kongo Timur.
“Ada kepanikan nyata di rumah ini, terutama karena kami tidak diberitahu tentang situasi ini,” kata warga Julien Ngandayabo.
“Kami telah terlalu menderita dengan ADF, yang telah membantai keluarga kami. Kami menunggu untuk melihat apakah ini solusinya,” sergahnya.
Pascal Saambili, kepala suku Watalinga, mengatakan, masyarakat terbangun karena suara bombardir berat yang berlanjut pada pagi hari.
Seorang juru bicara militer Kongo, Antony Mwalushay, mengatakan, tiga pejuang ADF tewas dan tiga terluka dalam pertempuran sengit di jembatan Semuliki, yang menghubungkan kota Beni ke Uganda.
“Seorang tentara Kongo tewas,” sebutnya.
Sebuah bom bunuh diri tiga kali lipat di Kampala pada 16 November, menewaskan tujuh orang termasuk para pengebom, merupakan serangan ketiga yang diklaim ISIS di Uganda.
Seorang analis konflik menilai tanggapan Uganda berisiko memicu gelombang serangan balasan terhadap warga sipil, serta memicu persaingan regional.
“Di atas kertas tentara Uganda menargetkan ADF, tetapi dalam praktiknya intervensi semacam ini dapat menyebabkan pergolakan dan penderitaan besar-besaran, sementara juga membangkitkan kembali beberapa faksi bersenjata Kongo lainnya di lapangan,” kata Dino Mahtani dari think-tank yang berbasis di Brussels.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post