Sekilas ungkapan tersebut di atas dapat dimaknai, jika untuk mendapat hasil yang baik maka dibutuhkan proses yang benar.
Sehubungan dengan telah dicabutnya pernyataan banding Penuntut Umum pada tanggal 16 September 2021, maka Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Selor No. : 1/Pid.Sus/2021/PN Tjs tertanggal 02 September 2021 secara hukum telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), sehingga secara hukum Iwan Setiawan yang menjabat sebagai Direksi Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan telah beralih status dari terdakwa menjadi terpidana.
Berdasarkan Pasal 1 butir 32 KUHAP, disebutkan : “Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, disebutkan : “Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan”.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut maka dapat diambil kesimpulan jika terpidana maupun narapidana adalah seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana.
Dengan beralihnya status Iwan Setiawan sebagai terpidana, maka tidak hanya menimbulkan akibat hukum atas pribadinya, namun juga menimbulkan akibat hukum atas jabatan Direksi Perusahaan Umum Daerah Air MinumTirta Alam Tarakan yang melekat pada dirinya. Dimana berdasarkan Pasal 65ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, disebutkan :
“Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila berdasarkan data dan informasi yang dapat dibuktikan secara sah, anggota Direksi yang bersangkutan dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,”
Selanjutnya berdasarkan Pasal 54 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas Atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah, disebutkan :
“Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila berdasarkan data dan informasi yang dapat dibuktikan secara sah, anggota Direksi yang bersangkutan dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Dan bahkan berdasarkan Pasal 24 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan, disebutkan :
“Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila berdasarkan data dan informasi yang dapat dibuktikan secara sah, anggota Direksi yang bersangkutan dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut, maka sudah sepatutnya menurut hukum bilamana Walikota Tarakan yang secara ex officioadalah sebagai KPM Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan menggunakan kewenangannya untuk mengambil keputusan memberhentikan Direksi.
Namun sampai dengan saat ini Walikota Tarakan tidak juga menggunakan kewenangannya tersebut, dan bahkan berdasarkan pemberitaan yang beredar di media cetak maupun online diketahui jika Walikota Tarakan berpendapat “jika status terpidana Direksi tidak ada berpengaruh apa-apa, sehingga Direksi tetap saja seperti biasa bertugas”.
Bahwa pendapat Walikota Tarakan tersebut adalah pendapat yang tidak berdasarkan hukum, terlebih bilamana pendapat Walikota Tarakan tersebut dihubungkan dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 11 tahun 2019 tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan, maka pendapat Walikota Tarakan tersebut sangatlah bertentangan dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah yang juga ditetapkan dan ditandatangani oleh Walikota itu sendiri, sehingga terkesan seperti peribahasa “bagai menjilat ludah sendiri”.
Bahwa sikap Walikota Tarakan yang sampai dengan saat ini tidak juga menggunakan kewenangannya untuk mengambil keputusan memberhentikan Direksi, adalah sikap Kepala Daerah yang tidak memberikan teladan yang baik kepada Masyarakat Kota Tarakan untuk taat dan patuh kepada peraturan perundang-undangan, sehingga terkesan telah melanggar asas umum pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan Pemerintah Kota Tarakan.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka saya sebagai bahagian dari Masyarakat Kota Tarakan menuntut Walikota Tarakan untuk meminta maaf kepada Masyarakat Kota Tarakan atas pendapat yang keliru tentang akibat hukum status terpidana Direksi yang selama ini telah beredar luas, dan saya juga menuntut Walikota Tarakan selaku Kepala Daerah untuk memberikan teladan yang baik kepada Masyarakat Kota Tarakan agar taat dan patuh kepada peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan Pemerintah Kota Tarakan.
Tarakan, 23 September 2021
ALIF PRANANDA PUTRA, S.H.
KETUA LBH-HANTAM
Discussion about this post