TARAKAN, CAKRANEWS – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum TNI Batalyon 613 Raja Alam berinisial A terhadap siswi SMP terus menimbulkan tanya dibenak warga Tarakan.
Salah satunya, terkait bagaimana aksi bejat A memperkosa anak di bawah umur tersebut terjadi. FA selaku kakak kandung dari korban W pun menceritakan kronologis kasus tersebut.
Awal mula perkenalannya dengan tersangka berinisial A sampai dengan terjadinya kasus pelecehan yang diterima oleh adek kandungnya itu, FA mengatakan, ia mengenal tersangka pada bulan Desember 2021 lalu.
“Awal kenal, tersangka datang ke toko untuk membeli cat, habis itu ngobrol-ngobrol dengan saya, menanyakan nama saya, tempat tinggal saya, dan ketika sudah tau kalau tersangka dan saya satu suku, nah disitulah di dapat nomor handphone saya, semenjak itu mulailah sering berkomunikasi,” kata FA kepada wartawan, Kamis (27/5/2022).
FA juga menambahkan bahwa tersangka sempat ingin berkunjung ke rumahnya, namun ia menolak dikarenakan baru mengenalinya. Singkat cerita, pada tanggal 6 April 2022 lalu, orang tua beserta korban datang dari Nunukan ke Tarakan untuk berlibur.
“Nah disitulah dia kenal dengan orang tua saya dan juga adek saya,” ucap FA.
Lanjut cerita, orang tua FA kembali ke kampung halamannya, namun korban tetap tinggal dikarenakan libur sekolah. “Adek saya datang kesini itu liburan, datang pas puasa ke 4, jadi tinggal sama saya sampai sebelum lebaran, jadi nanti pulang ke nunukan sama saya,”jelas FA.
Berlanjut ke detik-detik terjadinya pelecehan, FA menjelaskan kejadian itu terjadi pada tanggal 27 April 2022 lalu, sekitar pukul 14.00 Wita.
“Kejadiannya itu siang, tersangka datang kerumah meminta untuk dibuatkan mie instan, kemudian tersangka masuk ke dalam kamar dan mau makan disitu,” ungkap FA.
Meski pada saat itu posisi jendela dan korden terbuka lebar, ternyata tak menghalangi niat buruk A. Setelah selesai makan tersangka melancarkan aksinya.
“Jadi setelah makan sempat ngobrol sebentar, terus dia dekatin adek saya, pas dia dekatin itulah adek saya langsung di baringkan oleh tersangka,” ungkap FA.
Di jelaskan FA pada saat itu korban sempat melawan dan berontak, namun tersangka tetap membujuk dan memaksa korban melakukan hal itu. Kejadian ini pun baru diketahui setelah 5 hari dari terjadinya peristiwa itu.
FA mengatakan, ia mengetahui peristiwa itu dari bukti yang ia temukan di handphone milik korban.
“Mereka bahas tentang kejadian itu, chat itu bukan berupa permintaan maaf dari tersangka, melainkan karena mengetahui bahwa ada bekas darah di seprai itu, tersangka meminta adek saya untuk mencuci seprai itu, dan juga tersangka mengirimkan screenshot dari google, karena adek saya menanyakan kenapa bisa berdarah, jadi si tersangka carikan penyebab di google,” jelasnya kepada wartawan.
FA juga menambahkan bahwa tersangka melakukan pelecehan itu sebanyak dua kali, dan dilakukan tersangka pada hari itu juga selang 3 menit kejadian pertama. Pasca kejadian tersebut korban mengalami beberapa trauma, korban banyak berdiam dan sering mengurung diri di dalam kamar.
FA melaporkan kejadian ini kepada kepolisian pada tanggal 9 Mei 2022 lalu. “Sudah dilakukan visum pada tanggal 10 di RSUD Tarakan,” kata dia.
Saat ini, pihak keluarga berharap proses hukum dijalankan dengan proses yang berlaku agar dapat dihukum dengan seadil-adilnya.
Pewarta: Rizqki
Discussion about this post