NAIROBI, cakra.news – Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) mengatakan angkatan bersenjata dari wilayah Amhara Ethiopia telah meningkatkan pembunuhan, penahanan massal, dan pengusiran etnis Tigray di Tigray barat, Kamis (16/12/2021).
Juru bicara pemerintah Ethiopia Legesse Tulu mengatakan pasukan Tigrayan harus disalahkan atas segala kekejaman.
Tigray Barat dilanda kekerasan terburuk dalam konflik selama setahun yang mengadu pemerintah federal dan sekutunya dari wilayah Amhara melawan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang dulu memerintah Ethiopia.
Baik Amhara maupun Tigray mengklaim ladang subur di Tigray barat, yang sekarang dikuasai oleh pasukan Amhara dan militer Ethiopia.
Kantor Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa 1,2 juta orang telah dipaksa keluar dari Tigray barat sejak konflik dimulai, termasuk lebih dari 10.000 orang dipaksa keluar pada minggu terakhir bulan November.
Amnesty dan HRW mengatakan mereka mewawancarai 31 orang di Tigray barat melalui telepon pada bulan November dan Desember, yang menggambarkan gelombang pelanggaran oleh pasukan keamanan dan milisi Amhara.
“Warga sipil Tigraya yang berusaha melarikan diri dari gelombang kekerasan baru telah diserang dan dibunuh. Sejumlah orang dalam penahanan menghadapi kondisi yang mengancam jiwa termasuk penyiksaan, kelaparan, dan penolakan perawatan medis,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan bersama.
Mereka mengatakan polisi regional Amhara dan sukarelawan milisi sipil yang dikenal sebagai Fano mengusir orang Tigrayan dari kota Adebai, Humera dan Rawyan. Enam saksi mengatakan pasukan Amhara menembaki Tigrayan yang melarikan diri dari penangkapan di Adebai.
“Ketika orang-orang mencoba melarikan diri, mereka menyerang dengan parang dan kapak,” kata pernyataan itu mengutip seorang petani berusia 34 tahun.
“Kami melewati mayat dan kami semua kaget. Setelah kami tenang, kami melihat ada lebih banyak mayat di sana juga. Ke mana pun Anda menoleh, akan ada lima, 10 mayat,” sambungnya.
Semua pihak dalam konflik telah melakukan pelanggaran, kata kelompok hak asasi. Beberapa hari setelah perang pecah pada November 2020, pembunuhan massal dilaporkan di Tigray barat, termasuk pembantaian Mai Kadra, ketika orang Tigrayan membunuh ratusan warga sipil Amhara dan kemudian orang Tigray dibunuh sebagai pembalasan.
HRW mengatakan pekan lalu bahwa pasukan Tigrayan telah mengeksekusi puluhan warga sipil di dua kota yang mereka kuasai di wilayah Amhara antara 31 Agustus dan 9 September.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post