NORTH HORR, KENYA, cakra.news – Bangkai kambing dan domba yang berserakan di semak belukar di Kenya utara adalah bukti kehancuran yang ditimbulkan oleh banjir yang terjadi sekali dalam satu generasi yang melanda wilayah tersebut, Rabu (26/1/2022).
Pejabat tinggi pemerintah di daerah pemilihan North Horr, Roba Koto mengatakan di satu wilayah Kabupaten Marsabit, para penggembala kehilangan sekitar 20.000 kambing dan domba pekan lalu setelah terjadinya hujan deras.
Kata Dia, hujan deras datang dengan suhu yang lebih dingin dari biasanya dan angin kencang merobek tanah penggembalaan yang biasanya semi-kering.
Mamo Konchora, seorang penggembala ternak dari suku Gabra, tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu kambing terakhir yang tersisa dari kawanannya yang terbaring sekarat di sisinya.
Di dekatnya, penggembala lain, Guyo Gufu, berdiri tak berdaya, 350 ekor kambingnya mati setelah badai.
“Kambing yang Saya punya hanya untuk disembelih, dimakan, dan dijual, sekarang Saya tidak punya uang lagi,” katanya.
Menurut Departemen Meteorologi Kenya, negara bagian Marsabit mengalami hujan 90 mm dalam satu hari minggu lalu, hampir dua kali lipat jumlah harian yang diklasifikasikan sebagai hujan lebat.
Terakhir kali daerah itu dilanda hujan serupa adalah pada tahun 1998.
Banjir tersebut menyusul kemarau dari Oktober hingga Desember yang melemahkan ternak, kata Koto, administrator lokal.
Kekeringan membuat tanah kering dan hewan-hewan yang bertahan hidup kurus kering dan tidak dapat dijual, serta membuat lebih dari 2 juta orang di wilayah itu berjuang untuk menemukan cukup makanan.
Menurut Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan, sebuah badan pemerintah AS, kali ini adalah musim ketiga dengan hujan lebat tiada henti di Kenya timur dan utara, di mana penggembalaan menjadi sumber pendapatan utama.
Para ahli mengatakan perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan kekeringan semacam itu.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post