JAKARTA, CAKRANEWS – Tantangan Pemilu 2024 yang digelar serentak diyakini jauh lebih berat, khususnya untuk para penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyebut, para petugas penyelenggara pemilu memikul beban berat juga menyulitkan, karena tantangan 2024 akan menguji profesionalitas, kredibilitas hingga integritas.
“Penyelenggara akan sulit bisa bekerja dengan baik dan maksimal bila bebannya bukan hanya besar, melainkan juga rumit dan kompleks,” kata Titi, Minggu 17 April 2022.
Dilaksanakan secara serentak, Titi yakin Pemilu 2024 akan lebih didominasi pemilihan umum nasional seperti pilpres, ketimbang pilkada.
Menuju 2024, menurut dia, hampir tidak ada ruang untuk melakukan reformasi sistem politik, sistem kepartaian, dan sistem pemilu. Maka, problem politik dan elektoral Pemilu 2019 potensial akan berulang.
Kemudian, tekinis pemilu yang memiliki masalah kompleks akan berpengaruh pada kualitas dan kemurnian suara pemilih. Tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) akan mencederai daulat rakyat. Pada Pemilu Anggota DPR RI 2019, misalnya, terdapat 17,5 juta suara tidak sah.
Selain itu, Titi mengingatkan bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian pemangku kepentingan pemilu, karena potensi gangguan terhadap hak pilih berupa praktik jual beli suara (vote buying) serta penyebaran misinformasi dan disinformasi yang bisa memengaruhi publik sehingga membuat keputusan yang salah pada pemilu dan pilkada.
Disebutkan pula bahwa pilkada yang dilaksanakan pada tahun yang sama memicu pragmatisme partai akibat konsolidasi internal yang tidak optimal.
“Karena ingin mengembalikan ongkos politik pemilu serta akibat soliditas internal yang belum sepenuhnya pulih pasca-pemilu, bisa memicu pragmatisme partai yang berdampak pada tumbuh suburnya praktik mahar politik. Eksesnya dapat berupa meningkatnya tren calon tunggal,” ujar Titi.
Discussion about this post