Cakra News
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
No Result
View All Result
Cakra News
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
Home Opini

‘Mari Mengistirahatkan Pikiran’

by Prasetya
13/10/2023
in Opini
A A
Ilustrasi orang depresi (Foto : Halodoc)

Ilustrasi orang depresi (Foto : Halodoc)

Share on FacebookShare on Twitter

Melalui tulisan ini, mari bersama-sama melewati masa sulit. Tidak seorang pun bisa terhindar dari perasaan cemas dan depresi. Yang bisa dilakukan hanyalah mengontrolnya.

‘Mari Mengistirahatkan Pikiran’

RELATED POSTS

Smart City Kota Tarakan hanya Sepenggal Jalan

Nahkodai AMPI Kaltara, Rochman Archandas Ungkap Rencana Terdekatnya

Semalam, saya menonton video Youtube milik Cak Nun. Judulnya menarik, ‘Bagaimana Cara Mengistirahatkan Pikiran’. Menurutnya, pikiran perlu diistirahatkan agar seseorang tidak terjebak dalam kondisi depresi yang berujung pada bunuh diri.

Berbicara soal pikiran, depresi, ataupun bunuh diri. Gen Z dan Milenial barangkali mengalami fase kehidupan yang demikian.  Pasalnya, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Bahkan, data dari Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2018, menunjukkan data bunuh diri pertahun sebesar 1.800 orang. Artinya, setiap harinya ada 5 orang melakukan bunuh diri, dimana 47,7% korban bunuh diri adalah usia 10-39 tahun yang merupakan fase produktif.

Senada dengan hal itu, Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sebuah survei kesehatan mental yang dipublikasikan akhir 2022 menyebut, satu dari tiga remaja Indonesia berusia 15-27 tahun memiliki masalah kesehatan mental. Survei itu juga menemukan, satu dari dua puluh remaja Indonesia atau 2,45 juta, memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Sayangnya, hanya 2,6 persen dari mereka mau menggunakan fasilitas konseling. Celakanya, jika kondisi ini terus dibiarkan bukan tidak mungkin mereka nekat melakukan bunuh diri.

Gen Z dan Milenial sendiri memiliki pengertian dan kategorisasi yang berbeda-beda. Mengutip laman Kemendikbud, Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang  berusia 8-23 tahun. Sedangkan  Milenial  merupakan generasi yang lahir pada 1981-1996 (saat ini berusia 24-39 tahun). Namun yang pasti, terdapat karakter khusus dari kedua kelompok tersebut. Karakter khusus itu dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan informasi yang memang dimulai sejak tahun 1980-an.

Tidak bisa dipungkiri, Gen Z dan Milenial sering mengalami kompleksitas persoalan kehidupan yang menyebabkan pikiran terus menumpuk. Sebab mereka hidup di tengah  tuntutan mencari kerja. Tak cukup sampai disitu, mereka juga dituntut untuk segera menikah di tengah ketidakpastiaan ekonomi.

Efnie Indrianie, dalam bukunya berjudul ‘Survive Menghadapi Quarter Life Crisis’ sedikit banyak menjawab persoalan tersebut. Menurut psikolog ini, di usia remaja seseorang akan menghadapi yang namanya quarter life crisis. Suatu kondisi di mana seseorang seringkali mengalami overthinking atau pikiran yang berlebih tentang suatu hal. Dalam fase ini, seseorang mengalami kompleksitas persoalan mulai dari kekhawatiran masa depan, kegelisahan perasaan, serta takut kehilangan teman. Di fase ini, menurut Efni, seseorang seolah-olah hidup dalam perlombaan yang menuntut siapapun untuk menjadi juaranya.

Terdengar menyedihkan sekaligus menakutkan, tapi apa yang ditulis Efnie dalam bukunya terjadi pada Gen Z dan Milenial di seluruh dunia termasuk saya. Di usia saya yang menginjak seperempat abad. Life crisis selalu hadir seiring dengan pikiran yang tak pernah diistirahatkan.

Pertanyaanya kemudian adalah, mengapa Gen Z dan Milineal mengalami fase yang sedekimian menyedihkan? Slavoj Zizek dalam bukunya ‘Jacques Lacan in Hollywood and Out’, barangkali menjadi jawabanya. Menurutnya, remaja dan dewasa merupakan fase paling berat di dalam kehidupan. Sebab, dalam fase tersebut seseorang sedang terpenjara dalam suatu pikiran. Dimana ia ingin menjadi sesuatu yang benar-benar dia inginkan dan di sisi lain, ia ingin menjadi sesuatu yang dibentuk melalui orang lain (orang tua, teman, ataupun artis idolanya). Hal ini terjadi karena mereka hidup di tengah perkembangan teknologi yang serba canggih sehingga meleburkan batas-batas dunia real dan non real.

Lalu, bagaimana cara mengistirahatkan pikiran dan kekacauan ini?

Kata Henry Manarimping dalam bukunya yang berjudul ‘Filosofi Teras’, ada dua hal yang bisa dikendalikan di dunia ini yakni pikiran dan opini. Setelah membaca buku itu, terselip harapan, sebab pada dasarnya pikiran merupakan hal yang dapat dikontrol dan dikendalikan.

Kembali ke video Cak Nun, sebenarnya ia telah menjelaskan bagaimana cara-cara mengistirahatkan istirahat. Menurutnya, mengistirahatkan pikiran dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, istrihat dengan teknis waktu. Ini artinya mengistirahatkan pikiran dapat dilakukan dengan tidur. Dimana kita perlu membagi waktu tidur dan kerja. Ia menilai siang adalah waktu yang baik untuk bekerja sementara malam digunakan beristirahat. Kedua, istirahat dengan mendengarkan musik. Hal ini didukung dengan hasil penelitian University of Missouri yang dipublikasikan dalam The Journal of Positive Psychology. Penelitian ini menunjukkan bahwa gelombang suara dari musik mengalir ke hipotalamus otak, yang bekerja meningkatkan mood bahagia. Ketiga, mengistirahatkan pikiran dengan menyibukkan diri seperti bekerja, nonton bioskop, liburan, dan lain sebagainnya.

Ketiga pendapat Cak Nun, ada baiknya untuk dilakukan. Setidaknya, hal-hal itulah yang saya lakukan saat mengalami tumpukan pikiran. Terlepas dari saran Cak Nun, sebagai seseorang yang juga mengalami life crisis. Saya mencoba menawarkan upaya bagaimana cara mengistirahatkan pikiran.

Bagi saya, tidak semua pikiran harus diistirahatkan. Artinya, hanya pikiran-pikiran yang menganggu aktivitas saja yang perlu diistirahkan. Pikiran ini merupakan hal-hal negatif yang memicu krisis keoptimisan dalam menjalani kehidupan. Sehingga, hal utama yang perlu dilakukan adalah berdamai pada pikiran-pikiran tersebut. Berdamai dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, tanamkan mindset positif dan yakinlah bahwa siapapun berhak berhasil dan sukses menurut versinya. Yakinlah bahwa setiap orang memiliki ‘Timeline’-nya masing-masing. Kedua, kita perlu menemukan lingkungan positif. Hal ini dapat dimulai dari ruang lingkup keluarga, dengan lebih mendekatkan diri pada orang tua, saudara, ataupun kerabat lainnya. Lingkungan yang baik diperlukan untuk menjadi support system dalam menghadapi dilematika kehidupan. Ketiga, ciptakan kebahagiaan mu sendiri.

 

SELAMAT MEMULAI, SEMOGA BERHASIL

 

 

 

Tags: Bunuh Diridepresi
ShareTweetShareSendShare

Related Posts

Smart City Kota Tarakan hanya Sepenggal Jalan

Smart City Kota Tarakan hanya Sepenggal Jalan

by Redaksi
01/11/2024
0

Smart City Kota Tarakan yang dibangun dengan harapan tinggi untuk memudahkan akses informasi publik dan meningkatkan kualitas layanan digital, kini...

Nahkodai AMPI Kaltara, Rochman Archandas Ungkap Rencana Terdekatnya

Nahkodai AMPI Kaltara, Rochman Archandas Ungkap Rencana Terdekatnya

by Prasetya
12/07/2024
0

TARAKAN, CAKRANEWS – Rochman Archandas, resmi terpilih menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Kalimantan Utara...

Wacana Bansos Korban Terdampak Judol, Bukti Tak Semua Kebijakan Harus Bijak

Wacana Bansos Korban Terdampak Judol, Bukti Tak Semua Kebijakan Harus Bijak

by Prasetya
07/07/2024
0

Oleh : Agus Dian Zakaria jurnalis dan Pegiat Literasi   CAKRANEWS - Saya patut bersyukur, beberapa waktu lalu presiden Jokowi...

Sakralnya “ETIKA” Bagi Penyelenggara

Sakralnya “ETIKA” Bagi Penyelenggara

by Prasetya
05/07/2024
0

Penulis: Dr. Mohammad Ilham Agang, S.H.,M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan) CAKRANEWS - Kode etik adalah sebuah landasan norma...

Mengenal Lebih Dekat Sulaiman (Part 18): Pangkalan Itu Bernama Keluarga

Mengenal Lebih Dekat Sulaiman (Part 18): Pangkalan Itu Bernama Keluarga

by Prasetya
01/07/2024
0

CAKRANEWS - Bagi Sulaiman, keluarga adalah sebuah pangkalan. Tempat dimana perahu berangkat ber­layar dan sekaligus tempat perahu berlabuh kembali usai...

Next Post
Ilustrasi fenomena Konsumerisme

Belanja Sampai Miskin: Menyoal “Konsumerisme” di Indonesia

Rapat Paripurna dalam rangka hari jadi Kabupaten Nunukan ke-24 tahun

Raih Banyak Penghargaan, Bupati Laura: Tetap Rendah Hati, Jangan Jumawa

Discussion about this post

Ikuti Kami

Ikuti Kami

Berita

  • Advetorial
  • Ekonomi
  • Headline
  • Hukum & Kriminal
  • Internasional
  • Kaltara
  • Leisure
  • Nasional
  • News
  • Olahraga
  • Opini
  • Politik
  • Story

Tentang Kami

  • Redaksi & Manajemen
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  • Iklan & Advetorial

© 2021 PT. Cakra Media Mandiri Indonesia.

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini

© 2021 PT. Cakra Media Mandiri Indonesia.