TARAKAN, CAKRANEWS– Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tarakan menemukan indikasi pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Bawaslu Tarakan menemukan sebanyak tujuh pelaku diduga melakukan kecurangan yakni mencoblos di dua TPS berbeda. Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Kota Tarakan, Riswanto, kepada awak media belum lama ini.
Riswanto menjelaskan, saat ini kasusnya sudah diregistrasi dan ditegaskannya hal ini termasuk kasus pidana.
“Kasusnya menggunakan hak pilih lebih dari satu kali,” terangnya.
“Misalnya dia DPT-nya di TPS A. Kemudian selesai memilih di TPS A, dia gunakan daftar pemilih khusus yang hanya menggunakan KTP di TPS B. Begitu kasusnya. Dia memilih semua surat suara dapat. Kalau masuk DPK, kan dapat lima surat suara,” sambungnya.
Hanya saja Riswanto enggan menyebutkan lokasi TPS tersebut, sebab saat ini masih dalam proses register.
“Ini sementara diproses dulu. Yang jelas sanksinya pasal pidana, setiap orang dengan sengaja menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali, ancaman pidana 18 bulan penjara dan denda maksimal Rp18 juta,” terangnya.
Bawaslu Tarakan, kata dia, sudah mendata tujuh orang tersebut per Kamis 15 Februari 2024 dan telah mengirimkan surat. Kata Riswanto, pembahasan telah selesai dilaksanakan malam tadi dan kasusnya diputuskan untuk registrasi.
“Karena semuanya memenuhi unsur pidana, dan ini bukan laporan, ini adalah temuan pengawasan aktif kami dan langsung kami bahas dengan teman-teman Sentra Gakkumdu tadi malam. Hasilnya diregistrasi, oke, dan per hari ini surat undangan klarifikasi kami kirimkan,” tegasnya.
Ia melanjutkan, klarifikasi sendiri akan dimulai per 16 Februari 2024. Ketujuh orang pelaku itu berasal dari domisili yang sama.
“Ini berawal dari laporan Pengawas TPS (PTPS), bahwa itu menimbulkan kecurigaan, ini kok anak bisa punya KTP bisa memilih awalnya. Akhirnya difoto KTP-nya dan dari sana pengawas melapor ke kecamatan dan kecamatan melapor ke Bawaslu, kami langsung turun dan minta semua melihat semua daftar hadir di TPS sebelumnya dan daftar hadir di TPS yang terakhir dia memilih menggunakan DPK,” terang Riswan.
Lebih jauh dijelaskannya, nama orang tersebut termasuk dalam absensi dan ternyata benar menyalurkan hak pilihnya di DPT TPS asalnya. Kemudian menggunakan lagi DPK di TPS selanjutnya. “TPS dua-duanya berdekatan, satu gang. Kelurahannya masih belum bisa dipublish,” jelasnya.
Riswanto masih mendalami bagaimana pelaku bisa lolos sampai mencoblos dua kali di TPS yang berbeda. Terlebih petugas KPPS telah mengecek tangan pemilih sebelum masuk apakah steril dari tinta. Kemudian setelah mencoblos, pemilih wajib mencelupkan tangannya ke tinda warna ungu sebagai tanda sudah melakukan pencoblosan. Selanjutnya wajib keluar lewat pintu yang diarahkan petugas KPPS.
“Makanya itu, kami bingung kok bisa. Di jari saya saja masih ada bekas tinta. Untuk petugas KPPS juga kami akan minta keterangan dan bagaimana ceritanya. Apakah tidak dimasukkan tangannya ke tinta atau bagaimana nanti dilihat hasil klarifikasinya,” tukasnya.
Discussion about this post