JAKARTA, CAKRANEWS – Pemerintah dinilai tak perlu terlalu memaksakan penerapan terif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen, karena kondisi perekonomian yang belum stabil saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Aapindo) Hariyadi Sukamdani berkata, penerapan kenaikan tarif PPN tidak tepat waktunya. Saat ini, kondisi geopolitik telah mengakibatkan harga-harga komoditas naik dan terasa di tingkat konsumen.
“Harusnya kenaikan PPN ini melihat lagi, apa harus dilakukan atau bisa ditangguhkan sementara waktu,” kata Hariyadi dalam webinar di Jakarta, Kamis 7 April 2022.
Sebenarnya, kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen, menurutnya tidak terlalu berdampak besar bagi masyarakat. Hanya saja, saat ini kondisinya berbeda dari keadaan normal, sehingga kenaikan sekecil apapun dirasa cukup berat.
Apalagi, masyarakat saat ini sedang berhadapan dengan bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri, yang pastinya terjadi peningkatan konsumsi.
“Diproyeksikan inflasi Ramadan tahun ini akan lebih tinggi dari 2 tahun sebelumnya,” ujarnya.
Bahkan pada April bulan ini diperkirakan akan ada tambahan kenaikan inflasi sebesar 0,3 persen sampai 0,5 persen (mtm) dari komoditas yang mengalami kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen. Kenaikan ini diluar adanya kebijakan pemerintah yang mengizinkan mudik lebaran tahun ini.
Di sisi lain, pemerintah harus tetap menjaga inflasi tahunan di level 2 persen sampai 4 persen. Hariyadi berkata, inflasi akan tepat angkanya sebagaimana target pemerintah, bila risikonya dikurangi dengan menstabilkan kenaikan harga pangan.
“Maka kenaikan tarif PPN pada 1 April tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan inflasi di bulan April dan bulan-bulan selanjutnya,” kata dia.
Discussion about this post