TARAKAN, CAKRANEWS – Masker dan akselerasi cakupan vaksinasi COVID-19 masih menjadi kombinasi yang signifikan untuk memperbaiki situasi pandemi saat ini. Itu dilakukan untuk dapat menurunkan potensi penularan penyakit melalui droplet di udara.
“Masker adalah satu perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit yang ditularkan oleh udara, seperti halnya COVID-19,” kata Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Kombinasi ini tentunya perlu ditambah dengan adanya protokol kesehatan, seperti halnya perbaikan kualitas udara dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang baik ini akan menjadi satu upaya yang sangat jelas.
Dicky mengatakan cakupan vaksinasi dua dosis di Indonesia saat ini sudah jauh meningkat. Tapi, hal itu belum cukup efektif menangkal sejumlah varian turunan Omicron seperti BA.2.12.1. “Harus tiga dosis vaksin,” katanya.
Ia mengatakan sejumlah negara dengan kebijakan serupa dalam pelonggaran bermasker di luar ruangan telah mengalami peningkatan cakupan vaksinasi COVID-19 tiga dosis di atas 70 persen dari populasi.
Dilansir dari Dashboard Vaksinasi COVID-19, cakupan vaksinasi dosis tiga di Indonesia per Rabu (18/4) baru 20,65 persen atau setara 43 juta lebih jiwa. Sementara cakupan dosis dua sekitar 79,90 persen atau setara 166 juta lebih jiwa.
“Sangat hati-hati ya. Terutama dalam menarasikan pelonggaran bermasker, dalam artian jangan sampai membangun euforia atau percaya diri yang berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan nantinya merugikan kita sendiri,” katanya.
Dicky mengatakan masyarakat perlu memperhatikan cakupan vaksinasi yang ada di wilayahnya, termasuk kualitas sirkulasi udara di ruang terbuka sebelum memutuskan untuk membuka masker.
“Kalau bicara konteks tempat meskipun di luar ruangan, kita harus lihat sirkulasi udara tempat itu harus bagus. Artinya, tidak serta merta di luar ruangan itu boleh tidak memakai masker. Ada yang memang bisa di luar ruangan, namun sudah vaksinasi penuh (penguat),” katanya.
Dicky juga mendorong pemerintah membuat acuan khusus terkait relaksasi protokol kesehatan di ruang publik dalam bentuk komunikasi menanggulangi risiko.
“Yang namanya komunikasi risiko itu harus memberikan informasi yang memadai kepada publik, sehingga publik bisa menilai sendiri, ini saya sedang situasi yang aman nggak, kalau tidak memakai masker atau saya harus pakai masker,” katanya.
Discussion about this post