TARAKAN, CAKRANEWS – David, pemilik lahan yang terlibat sengketa akses jalan di RT 17 Gang Rukun, Kelurahan Karang Anyar Pantai, menegaskan bahwa tanah yang dipersoalkan warga merupakan milik pribadinya yang sah dan telah bersertifikat. Ia mengaku kecewa karena merasa dihalangi saat ingin menggunakan hak atas tanahnya sendiri.
David menjelaskan bahwa ia membeli lahan tersebut dari beberapa pihak sejak tahun 2017, termasuk dari seseorang bernama Yusuf dan ayah dari Rani Saleh. Transaksi pembelian dilakukan secara sah dan disahkan oleh notaris.
“Tanah ini milik saya, ada sertifikatnya. Tapi saat saya mau ambil hak saya, malah ditentang warga dan aparat. Saya hanya ingin menggunakan hak saya, tapi malah dianggap seolah-olah mau menzalimi,” kata David kepada wartawan, belum lama ini.
David mengaku permasalahan bermula ketika ia mengizinkan akses jalan selebar satu meter kepada Rani sebagai bentuk toleransi. Namun belakangan, jalan tersebut justru diklaim sebagai fasilitas umum dan bahkan pondasi miliknya ditimbun.
“Jalan itu dulu saya izinkan untuk akses pribadi, sekarang malah dibilang jalan umum. Padahal ini tanah saya. Sekarang malah ada yang menimbun pondasi saya,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan sikap Lurah Karang Anyar Pantai, Yohanes K. Patongloan, yang dinilai tidak netral dalam menyikapi konflik tersebut. David menyebut bahwa seharusnya warga yang membeli tanah dari Rani menuntut kejelasan akses dari pihak penjual, bukan memaksa menggunakan jalan di atas tanah milik orang lain.
“Saya kecewa. Lurah harusnya menjadi penengah, bukan memihak,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Lurah Karang Anyar Pantai, Yohanes K. Patongloan, menyatakan bahwa pihak kelurahan sejak awal telah berupaya memediasi persoalan ini. Sengketa akses jalan di Gang Rukun disebutnya telah berlangsung sejak 2018 dan sempat dimediasi dengan menghadirkan pihak kecamatan, TNI-Polri, RT, hingga DPRD.
“Kami sudah beberapa kali melakukan mediasi. Terakhir pada 18 Juni 2025, dihadiri semua unsur termasuk kuasa hukum Pak David dan Rani. Ada tiga poin yang disepakati, termasuk larangan pemagaran sebelum ada kejelasan batas dari BPN,” jelas Yohanes, Rabu (2/7/2025).
Ia menambahkan, pengajuan permohonan pengembalian batas dari David memang telah diterima dan dilanjutkan ke BPN. Namun, karena persoalan ini sudah dibawa ke DPRD, kelurahan memilih menunggu hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Lebih lanjut, Yohanes mengungkap bahwa sertifikat tanah yang dimiliki David dinilai janggal karena tidak melalui proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di kelurahan.
“Bidang tanah ini muncul begitu saja, kami tidak pernah memproses di kelurahan. Kami koordinasikan ke BPN, dan salah satu bidangnya bahkan tidak ditemukan,” katanya.
Yohanes juga menjelaskan bahwa lahan yang disengketakan semula adalah tanggul yang digunakan sebagai jalan selebar satu meter, yang kemudian melebar usai pembelian tanah oleh David. Kompleksitas bertambah karena di lokasi tersebut kini sudah berdiri proyek siring milik pemerintah.
“Kenapa tidak dipersoalkan sejak proyek pemerintah masuk? Ini yang membuat situasi makin sulit,” pungkasnya.
Pihak kelurahan menegaskan akan menunggu hasil RDP DPRD Tarakan sebagai dasar untuk menentukan langkah selanjutnya, sambil tetap berupaya menjaga stabilitas sosial di wilayah tersebut.
Discussion about this post