TARAKAN, CAKRANEWS – Dewan Pengawas (Dewas) Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan, Abd. Azis Hasan, memberikan klarifikasi terkait polemik yang muncul akibat surat dari Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) kepada Wali Kota Tarakan.
Surat tersebut menyebutkan adanya kerugian sebesar Rp202 miliar yang didasarkan pada Laporan Evaluasi Kinerja Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan Tahun Buku 2023 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menanggapi hal ini, Abd. Azis Hasan menegaskan bahwa terdapat beberapa poin penting yang harus diperjelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Abd. Azis Hasan yang juga menjabat sebagai Inspektur Inspektorat Kota Tarakan mengatakan, angka kerugian Rp202 miliar yang disebutkan dalam surat tersebut merupakan akumulasi kerugian sejak Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan (dulunya bernama PDAM Tarakan) diserahkan dari Pemkab Bulungan ke Pemkot Tarakan pada sekitar tahun 1999.
“Bukan berarti kerugian itu baru terjadi saat ini. Sejak dulu sebelum PDAM diserahkan ke Pemkot Tarakan, PDAM sudah mengalami kerugian dan memang hampir semua PDAM di Indonesia mengalami kerugian. Jadi yang dimaksud dengan akumulasi kerugian tersebut adalah jumlah kerugian yang terus ditambahkan mulai dari tahun penyerahan ke Pemkot Tarakan sampai dengan tahun 2022 yang jumlah total sekitar Rp 202 Miliar,” ujarnya, Kamis (27/3/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa dalam akuntansi, terdapat perbedaan antara laba kotor dan laba bersih. Adapun laba bersih didapat dari laba kotor setelah dikurangi biaya penyusutan.
Sejak kepemimpinan Direktur Iwan, Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan telah mencatat laba kotor yang cukup besar. Namun, karena adanya biaya penyusutan yang sangat besar, laporan keuangan menunjukkan kerugian secara akuntansi, bukan secara real.
Biaya penyusutan menjadi sangat besar karena aset yang diserahkan oleh Pemkot sebelumnya belum pernah dihitung penyusutannya secara benar.
“Harusnya pada saat aset itu diserahkan ke Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan, nilainya adalah nilai real atau nilai yang sudah disusutkan. Namun, karena belum pernah dilakukan penyusutan sejak awal, maka biaya penyusutan yang muncul sangat besar. Akibatnya, meskipun ada laba yang cukup besar, setelah dikurangi dengan penyusutan, tampak seolah-olah mengalami kerugian,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa jika dilakukan koreksi penyusutan, maka laba yang diperoleh akan lebih besar dan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Di dalam Laporan Keuangan 2024, sudah dilakukan koreksi terhadap penyusutan sehingga nantinya Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan akan mendapat labah bersih yang cukup besar.
Terkait dengan Full Cost Recovery (FCR), Abd. Azis Hasan menjelaskan bahwa berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja dari BPKP tersebut dinyatakan bahwa rata-rata tarif air per meter kubik Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan sudah FCR pada tahun 2022 jika perhitungan didasarkan pada rata-rata air per meter kubik dibagi harga pokok air per meter kubik, tetapi jika perhitungan didasarkan pada perhitungan tingkat kehilangan distribusi riil maka tarif rata-rata belum FCR.
Hal ini disebabkan oleh selain karena beban usaha juga karena tingginya tingkat kehilangan distribusi riil (NRW). “Nah seharusnya disini Pemprov bisa berkontribusi dalam upaya menurunkan tingginya tingkat NRW tersebut,” katanya.
Abd. Azis Hasan juga mengkritisi pernyataan dari Kepala Biro Perekonomian Provinsi Kaltara yang menyatakan bahwa mereka melakukan analisa keuangan berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan Tahun Buku 2023 dari BPKP.
“Jika mau menganalisis soal keuangan, seharusnya berdasarkan Laporan Hasil Audit Keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) setiap tahun, bukan berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja dari BPKP tersebut karena dalam Laporan Evaluasi tersebut, sifat dan cakupan evaluasinya tidak ada sasaran evaluasi yang menilai soal tingkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan keuangan,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa sebagai birokrat, seharusnya surat yang dikeluarkan didasarkan pada data dan analisis yang akurat sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat. “Seharusnya pemerintah provinsi tidak hanya sekadar memberikan informasi tentang adanya permasalahan, tetapi juga membantu mencarikan solusi. Apalagi Tarakan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Kalimantan Utara,” ujarnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, Abd. Azis Hasan berharap agar koordinasi antara pemerintah provinsi dan Pemkot dapat berjalan lebih baik ke depannya, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. “Mudah-mudahan setelah ini, koordinasi kita lebih baik dan polemik seperti ini tidak terulang lagi,” tutupnya.
Discussion about this post