TARAKAN, cakra.news – Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) dengan Universitas Patria Arta (UPA) Gowa – Sulawesi Selatan menuai sejumlah kritik publik, salah satunya datang dari pengurus Ikatan Alumni Universitas Borneo Tarakan (ILUNI UBT), Fajar Mentari, S.Pd.
“Saya sangat menyesalkan perjanjian tersebut, padahal Kaltara punya perguruan tinggi lokal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Terlebih lagi Saya salah satu alumni perguruan tinggi lokal, tentu merasa kecewa atas hal ini. Bukan hanya karena Saya lulusan perguruan tinggi lokal, tetapi lebih kepada soal kebijakan yang tidak memberdayakan dan memprioritaskan kearifan lokal,” tutur pria yang juga Sekretaris Umum Ikatan Persaudaraan Pemuda Makassar ini.
Menanggapi hal itu, Gubernur Kaltara, Brigjen Pol (Purn) Drs. Zainal Arifin Paliwang, S.H, M.Hum saat diwawancara awak media. Dalam kesempatannya, Zainal memberikan ilustrasi sederhana dengan menggunakan perumpamaan pedagang dompet keliling.
Sebuah ilustrasi sederhana tentang seorang pedagang dompet keliling yang kebetulan mampir ke rumah menawarkan produknya dengan harga yang tidak gratis, namun sangat murah.
“Sebenarnya Saya sudah punya dompet dan tidak ada keinginan untuk membeli dompet, tapi karena harga yang ditawarkannya terbilang sangat murah dan kualitasnya kurang lebih dengan dompet yang Saya miliki, motifnya pun menarik. Selain itu Saya juga suka dengan bahan serta warnanya, sehingga Saya pun tertarik untuk membeli produk yang ditawarkannya,” ucap orang nomor satu Kaltara ini.
“Padahal Saya sangat tahu dimana tempat-tempat atau toko yang menjual dompet bagus dan berkualitas, dan Saya sering hanya lewat depan tokonya saja. Saya tidak mampir untuk membelinya karena Saya sudah punya dompet. Jadi Saya memang tidak kepikiran untuk membeli dompet yang baru, dan yang terlintas dalam pikiran Saya adalah pasti barangnya mahal, semahal harga dompet Saya, sehingga untuk apa Saya mampir bertanya jika tidak kepikiran untuk membeli,” sambungnya.
Sambungnya lagi, berbeda halnya dengan pedagang dompet keliling ini, dia tidak hanya lewat depan rumahnya, akan tetapi mampir menawarkan jualannya. Penjualnya yang mendatanginya, bukan dirinya yang mendatangi penjualnya. Sejalan dengan itu, Ia membeli dagangannya itu keinginan yang mengalir begitu saja, seketika itu saja. Karena promosinya bagus, harganya murah, dan Ia tertarik dengan corak serta kualitas produknya. Pertanyaannya, bagaimana kalau gratis?
“Jadi, karena kebetulan pedagang itu datang menawarkan produknya dengan segala kelebihan yang dimilikinya, sehingga keinginan Saya untuk membelinya itu mengalir alamiah begitu saja tanpa direncanakan. Jangankan gratis, bahkan tidak gratis pun Saya beli, karena kebetulan harganya memang sangat murah dan kualitas produknya kurang lebih hampir sama dengan dompet Saya dan yang biasa Saya lihat di toko-toko terdekat. Kamu jual, ya Saya beli,” tuturnya.
“Lalu karena Saya belinya banyak, maka saya dikasih bonus. Apalagi kalau Saya borong semua, mungkin bonusnya lebih banyak. Artinya, ini ‘kan hal yang biasa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Jadi alangkah tidak bijak jika kita apriori dengan perkara-perkara yang sifatnya lumrah, harusnya hal lazim itu seyogianya bisa dimaklumi,” imbuh Zainal menuturkan.
“Mengetahui hal itu, lalu ada pun toko yang menawarkan produknya dengan harga promosi dan kualitas bersaing. Masalahnya mau Saya apakan semua dompet sebanyak itu? Saya sudah terlanjur beli banyak, dan Saya sudah tidak punya alokasi dana untuk memubazirkan jenis belanjaan yang sama. Kecuali Saya dikasih gratis, bisa Saya bagi-bagi ke orang lain,” imbuhnya melanjutkan.
Menurutnya, berkaca dari ilustrasi tersebut, sama halnya dengan UPA yang datang menawarkan produknya.
“Terlepas UPA bukan perguruan tinggi lokal, tetapi karena UPA menawarkannya secara gratis, ya wajar dong kalau Saya terima, dan Saya menerimanya itu mengalir begitu saja, ‘kan mumpung gratisan. Selebihnya terserah calon mahasiswanya, mau kuliah di Kaltara atau di luar Kaltara. Pemerintah dalam hal ini hanya memfasilitasi beasiswa gratis yang dibuka oleh UPA,” terang Zainal.
Terangnya lagi menambahkan, jadi ini bukan soal lokal atau bukan, tetapi alasan utamanya adalah karena gratis. Mumpung ada yang gratis, justru keliru jika dirinya tidak mengindahkan kesempatan itu. Perguruan tinggi mana pun itu, kalau menawarkan beasiswa gratis, dirinya akan terima. Apalagi jika ada perguruan tinggi lokal yang juga menawarkan beasiswa gratis. Dengan senang hati pasti dirinya tidak akan melepas kesempatan itu, dan pastinya akan membuka pintu selebar-lebarnya.
“Perlu Saya luruskan, bahwa terkait bantuan murni sebanyak 500 orang calon mahasiswa tanpa membebankan APBD kita sepeserpun, itu hanya bonus. Beasiswanya tanpa sepeserpun membebani anggaran pemerintah. Saya tegaskan bahwa itu hanya bonus atas kerjasama Pemprov dengan UPA. Jadi, Saya minta kepada masyarakat agar jangan mengedarkan berita miring yang sifatnya apriori dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tutupnya.**
Pewarta : Roniansyah
Discussion about this post