MANILA, cakra.news – Kepala Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (Inernational Criminal Court, ICC) telah menangguhkan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang selama ini melakukan tidakan keras terhadap narkoba.
Penangguhan ini terjadi atas permintaan dari Manila.
Hakim ICC menyetujui penyelidikan pada bulan September lalu ketika ribuan tersangka pengedar narkoba telah tewas.
Aktivis mengatakan banyak yang telah dieksekusi oleh lembaga penegak hukum dengan dukungan diam-diam dari presiden.
Pihak berwenang Filipina mengatakan pembunuhan itu untuk membela diri dan ICC tidak punya hak untuk ikut campur.
Dokumen pengadilan yang dirilis ICC dan telah dikonfirmasi pejabat Filipina pada Sabtu ini menunjukkan bahwa Manila mengajukan permintaan penangguhan pada 10 November lalu, dan berniat melakukan penyelidikan sendiri terhadap pembunuhan selama perang narkoba.
“Jaksa untuk sementara menangguhkan kegiatan investigasinya dengan menilai ruang lingkup dan efek dari permintaan penangguhan,” tulis Kepala Jaksa ICC Karim Khan, menambahkan bahwa pihaknya akan mencari informasi tambahan dari Filipina.
Pemerintah dapat meminta ICC untuk menunda sebuah kasus jika mereka melaksanakan penyelidikan dan penuntutan mereka sendiri untuk tindakan yang sama.
Sebelumnya pada 2018, Duterte menarik Filipina keluar dari ICC dan mengatakan pengadilan internasional tidak memiliki yurisdiksi untuk mendakwanya.
ICC pun mempertahankan yurisdiksinya untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan saat Manila menjadi anggota hingga 2019.
Permintaan penangguhan dari Manila mengikuti pernyataan berulang-ulang pemerintah Duterte bahwa mereka tidak akan bekerja sama dengan ICC.
“Kami menyambut kehati-hatian Jaksa ICC baru yang menganggapnya tepat untuk memberikan pandangan baru pada masalah ini, dan kami percaya bahwa masalah ini akan diselesaikan demi pembebasan pemerintah kami dan pengakuan atas semangat sistem peradilan kami,” kata Karlo Nograles, juru bicara Duterte pada hari Sabtu.
Pada bagian lain, sebuah kelompok pengacara Filipina meminta ICC untuk tidak menghilangkan secercah harapan bagi keluarga korban perang narkoba.
“Kami meminta ICC untuk tidak membiarkan dirinya terpengaruh oleh klaim yang sekarang dibuat oleh pemerintahan Duterte,” kata Persatuan Nasional Pengacara Rakyat, yang mewakili beberapa keluarga korban.
“Sistem peradilan Filipina sangat lambat dan tidak tersedia bagi mayoritas korban yang miskin dan tidak terwakili”, tambahnya.
Sementara Human Rights Watch mengatakan klaim pemerintah bahwa mekanisme domestik yang ada memberikan keadilan bagi warga adalah tidak masuk akal.
“Mari berharap ICC melihat tipu muslihat itu,” kata Brad Adam, direktur Asia Human Rights Watch.
Keputusan ICC menjadi keuntungan bagi Duterte, yang pekan ini mencalonkan diri sebagai Senat dalam pemilihan tahun depan.
Dia dilarang oleh konstitusi untuk mencalonkan diri kembali sebagai presiden.
“Ini tentu saja akan memberikan sedikit kelegaan dalam pemilihan yang riuh,” kata analis politik Ramon Casiple, Wakil Presiden perusahaan konsultan dan riset Novo Trends PH, kepada Reuters.
“Namun, itu mungkin tidak memungkinkan (dia) berbuat lebih banyak setelah pemilihan, terutama jika pemerintah yang akan datang memilih untuk bekerja sama dengan proses ICC,” tambahnya.
Dalam hampir dua dekade keberadaannya, ICC telah menghukum lima orang atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, semua pemimpin milisi Afrika dari Republik Demokratik Kongo, Mali dan Uganda.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post