TARAKAN, CAKRANEWS– Penahanan HM Maksum (65) atas tuduhan penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen menuai kritik keras dari keluarga. Mereka menyebut Maksum sebagai korban kriminalisasi, padahal mengaku sebagai pemilik sah tanah seluas 30.000 meter persegi di Jalan Bhayangkara RT 64, Kota Tarakan.
“Surat asli kepemilikan tanah ini kami miliki sejak 1983. Kok bisa kalah sama surat notaris tahun 2024?” kata putri Maksum, Radhiyah Alawiyah, Selasa (22/7/2025).
Tanah tersebut kini telah dikuasai oleh PT PRI yang tengah membangun apartemen di kawasan Jalan Pasir Putih. Radhiyah menuding, tanah keluarga mereka diserobot oleh pihak yang diduga kuat terafiliasi dengan mafia tanah.
Persidangan kasus ini pun disebut penuh kejanggalan. “PN Tarakan terus menunda sidang. Bapak saya dipenjara padahal tak bersalah,” lanjutnya lirih.
Upaya hukum juga buntu. Laporan keluarga ke Polres Tarakan sempat dihentikan karena dinilai tidak memenuhi unsur pidana. Ironisnya, justru pihak yang mengklaim tanah melaporkan balik HM Maksum atas dugaan pemalsuan akta.
“Sudah bayar pajak tiap tahun, kok bisa negara diam saja saat tanah kami diserobot? Negara harus tanggung jawab,” tegas Radhiyah.
Kuasa hukum HM Maksum, Indrawati, menyebut penahanan kliennya tidak sah dan sarat kejanggalan. Ia menyebut tak ada bukti kuat maupun saksi yang membenarkan klaim pelapor sebagai pemilik sah.
“Ini cacat hukum. Tak ada izin pengadilan, bukti lemah, saksi tidak ada. Klien kami diperlakukan seolah pelaku, padahal korban,” tegasnya.
Praperadilan terkait penahanan sudah digelar 15 Juli lalu, namun ditolak karena dianggap salah alamat. Indrawati tetap bersikeras bahwa penahanan Maksum melanggar hak asasi manusia.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT PRI belum memberikan tanggapan atas dugaan keterlibatan mereka dalam sengketa lahan tersebut. Keluarga pun berharap ada keadilan yang ditegakkan.
Discussion about this post