MALINAU, CAKRANEWS – Cerita sejarah dari 11 etnis di Malinau, Kalimantan Utara kerap ditampilkan dalam acara kebesaran daerah, baik festival kebudayaan maupun agenda akbar 2 tahunan, Irau Malinau.
Dalam Diklat Penulisan Sejarah Lokal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Malinau, setiap perwakilan dari 11 etnis didorong untuk mendokumentasikan sejarah lokal.
Sekretaris Daerah Kabupaten Malinau, Ernes Silvanus menyampaikan penulisan sejarah lokal punya curi khas, yakni autentik atau keaslian cerita. Pemerintah Kabupaten Malinau mendorong pembukuan runut sejarah untuk 11 etnis yang selama ini banyak dikisahkan melalui festival kebudayaan.
“Penulisan sejarah lokal ini banyak manfaatnya. Karena beda dengan nulis artikel biasa, sejarah harus mengandung keaslian cerita. Kita mendorong agar ada hasil, sebaiknya diagendakan Disbudpar agar bisa dibaca pada Irau 2025 nanti,” katanya, Senin 8 Juli 2024.
Dalam penulisan sejarah, penulis ditantang untuk dapat menggali dari beragam sumber yang kompeten. Saksi hidup, benda peninggalan sejarah, hingga jejak dan kebiasaan masyarakat menjadi rujukan dalam autentiknya cerita sejarah.
Selain autentikasi cerita, pembauran kebudayaan merupakan salah satu tantangan bagi 11 etnis menjaga narasi sejarah lokal. Seperti dialek, Kata Ernes, setiap sub-etnis memiliki ciri khas yang bervariasi. Bahasa daerah biasanya menjadi bagian dari pembentuk sejarah. Meski dalam satu golongan etnis, biasanya antar sub-etnis, pemaknaan dan penyebutan biasa berbeda.
“Dialek contohnya. Setiap etnis, sub etnis punya ciri khas. Biasanya dipengaruhi kondisi kedaerahan. Ini tantangan bagi tiap perwakilan menulis sejarah. Harapan kami, outputnya nanti, nilai sejarah bisa digali dari tiap etnis,” katanya.
Discussion about this post