TARAKAN, CAKRANEWS – Di balik predikat Pratama Kota Layak Anak (KLA), ternyata Tarakan masih menyimpan sekelumit persoalan yang belum terselesaikan. Bukan hanya soal pedagang asongan anak yang masih berseliweran di pinggir jalan, namun juga kekerasan seksual.
Berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tarakan, sepanjang Januari hingga Oktober 2024, terdapat 90 kasus kekerasan, didominasi pelecehan seksual terhadap anak.
“Sampai dengan Oktober di Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan (SIMFONI PPA) ada 90 kasus. Kalau korbannya mungkin kan korban biasanya itu ada satu kasus korbannya bisa ada dua, tiga itu ada 96 orang,” ucap Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3AP2KB, Rinny Faulina ditemui di ruang kerjanya, Senin 16 Desember 2024.
Ironisnya, kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun sebelumnya. “Tahun kemarin kasus (anak dan perempuan) hanya 195. Ini belum akhir tahun itu sudah 165, 90 merupakan kekerasan terhadap anak. Sementara sisanya adalah kasus kekerasan terhadap wanita,” jelasnya.
Yang menyedihkan di tahun 2024 ini, DP3AP2KB Tarakan ada menerima laporan kekerasan seksual berkaitan dengan pencabulan terhadap balita berusia 5 tahun. Aksi keji itu terungkap setelah sang anak melaporkan kepada orang tuanya. Saat ini kasusnya pun tengah ditangani pihak kepolisian. Umumnya, pelecehan seksual dilakukan oleh orang-orang tedekat, seperti tetangga, ayah sambung, dan lain sebagainnya.
“Makanya kenapa kita harus sampaikan ke masyarakat supaya orang tua bahwa Tarakan seperti itu,”tuturnya.
Menyikapi berbagai persoalan, berbagai pemangku kepentingan telah melakukan upaya untuk menyelesaikannya. Terbaru, pada Jumat 20 Desember 2024, Komisi II DPRD Tarakan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tarakan, Dinas Pendidikan Tarakan dan Polres Tarakan untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas dugaan prostitusi anak di bawah umur. RDP dilakukan sebagai upaya untuk merumuskan solusi atas persoalan tersebut.
Hasilnya, DPRD Tarakan meminta pihak sekolah untuk memperketat penggunaan smartphone bagi anak sekolah. “Kami akan meminta Diskominfo (Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian) Kota Tarakan mengunci konten yang tidak bermanfaat bagi siswa SD hingga SMA. Bahkan pemblokiran aplikasi yang berpotensi melanggar asusila,” ujar Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Simon Patino. DPRD bersama DP3AP2KB Tarakan juga akan mengedukasi tentang cara membimbing, mengasuh dan mendidik anak kepada orangtua di sekolah. Selain itu, memberikan ilmu tentang perilaku orang dewasa dan anak-anak. Selain itu, mengingatkan kepada pemilik hotel, agar selektif dalam menerima pengunjung dan menolak tamu yang masih di bawah umur jika akan memesan kamar. Peran Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) Kota Tarakan juga akan digencarkan di sekolah-sekolah.
Discussion about this post