Cakra News
Advertisement
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
No Result
View All Result
Cakra News
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini
Home Opini

Kebijakan Tarif PCR, Memang Selalu Memancing Jelata (Mesti) Suudzon

Redaksi by Redaksi
10/11/2021
in Opini
A A
0
Kebijakan Tarif PCR, Memang Selalu Memancing Jelata (Mesti) Suudzon

Agus Dian Zakaria (Jurnalis/Pegiat Literasi)

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Agus Dian Zakaria (Jurnalis/Pegiat Literasi)

Sebenarnya kita patut mengapresiasi atas keikhlasan pemerintah yang (tegas) menurunkan tarif PCR untuk kesekian kalinya. Kebijakan yang Amazing ini, tentu bukanlah gebrakan kali pertama. Kita ketahui bersama, di awal pandemi covid-19 harga PCR sempat menembus angka Rp 900 hingga 1 juta. Dan tertanggal 16 Agustus 2021, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi memperbarui penetapan tarif tertinggi pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Rp 495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali. Rasa senang itu berlanjut setelah pemerintah kembali menurunkan HET menjadi 275 hingga 300 ribu rupiah yang berlaku saat ini.

RELATED POSTS

Tragedi Duren Tiga Mencoreng Nama Institusi Polri

(Opini) Narasumber Pers

Dengan kebijakan ini, setidaknya akang bakso, abang Siomay, Pakde martabak, abang kontraktor, dan om-om tambang sedikit bernafas lega karena cost untuk mudik, (eh) maksudnya pulang kampung saat akhir tahun dapat diminimalisir.

Pertanyaan yang muncul, mengapa kebijakan penurunan HET Swab PCR selalu diawali masifnya gelombang protes dan kritik masyarakat. Dari pandangan jelata seperti kami, hal ini jelas menimbulkan pertanyaan besar apakah kebijakan harga bergantung kepada persoalan ketersediaan barang, strategi penanganan covid, atau intervensi masyarakat?

Belum klimaks perasaan Suudzon khalayak, Menteri Kesehatan (Menkes), Lord Budi Gunadi mengeluarkan pernyataan yang bisa membuat kita bersorak bangga. Doi menyebut, India mampu menetapkan harga tes PCR-nya hanya Rp 160 ribu karena bahan baku dan produksi test kit-nya dibuat di dalam negeri.

Bukannya tidak bersyukur nih Lord. Pertanyaannya, apakah Indonesia yang merupakan salah satu negara terbesar dan memiliki SDM cukup harus terus menggantungkan impor bahan baku dari negara lain. Mungkin pertanyaan ini terkesan cukup negatif dan berpotensi dicap sebagai jelata nyinyir karena tidak melihat dari segi positifnya. Benar, mungkin biaya produksi yang tidak murah serta pemanfaatan tidak dimaksudkan dalam jangka panjang jika melihat kondisi dan situasi. Namun setidaknya, keberanian memproduksi sendiri membuat Indonesia jauh lebih tangguh dan siap menghadapi ancaman pandemi jika kembali terjadi di kemudian hari.

Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam sebuah pemberitaan laman Jawa Pos tertanggal 3 September tahun lalu (2020), kala itu, menyebut ada sebuah Rumah Sakit yang sempat memasang tarif sampai Rp 2,5 juta. Padahal, Satgas Covid-19 kala itu sudah menegaskan jika HET PCR tidak lebih dari Rp 500 ribu.

Nah, karena Statment Pak Doni pada September 2020 menegaskan harga maksimal tes PCR (cuma) Rp 500 ribu, kita yang jelata ini kembali berpikir keras, sebab berselang sebulan tepatnya pada 5 Oktober 2020, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 yang disahkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir, yang menetapkan HET untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab sebesar Rp 900 ribu. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri/mandiri. Hal ini sontak menimbulkan kebingungan, lantaran pernyataan yang berbenturan antara tarif maupun kebijakan penggunaan.

Bukannya tanpa alasan, Abdul Kadir menjelaskan penyebab turunnya harga tes swab PCR lantaran harga-harga komponen alat pemeriksaan seperti reagen, APD, hingga alat sekali pakai sudah mengalami penurunan. Cukup masuk akal, namun rasa-rasanya jawaban itu tetap membuat ada yang mengganjal di benak jelata seperti saya. Tapi mau bagaimana lagi, atas kemaslahatan ummat kita dituntut harus saling mengerti dan memahami sejak dini (hehehe).

Abdul Kadir mencontohkan, pelbagai Alat Pelindung Diri (APD), seperti masker, hazmat, sarung tangan yang sebelumnya cukup mahal, sehingga hal tarif Swab PCR kala itu mengacu pada harga APD. Menelaah pernyataan ini, cukup lancang jika kita mengasumsikan Fasilitas Kesehatan (Faskes) menganut asas keadilan dalam penerapan harga. Memang benar, tampaknya harga PCR di Indonesia sangat bergantung pada pasaran dunia.

Catatan saja nih, kalau penurunan HET mengikuti harga dan Ketersediaan APD lainnya, mengapa HET yang ditegaskan Doni Monardo lebih murah sebulan setelah HET Rp 900 ribu resmi ditetapkan. Padahal jelas, kala itu harga APD masih tinggi-tingginya. Bahkan tidak sedikit, masyarakat yang mencurahkan kekesalannya lantaran adanya aktivitas penimbunan APD oleh beberapa pelaku usaha untuk mendapat keuntungan melimpah.

Menurunnya tarif PCR wajib diapresiasi, namun yang jadi pertanyaan, Masa iya Doni Monardo keliru menyebut nominal di tahun lalu, atau malah sebaliknya. Bagaimana masyarakat dapat mempercayai indikator penyebab penetapan tarif sementara klarifikasi dan fakta berjalan tidak searah, tidak berbanding lurus.

Adalah hal yang wajar jika khalayak merespon kebijakan ini dengan pertanyaan besar, apa yang sebenarnya sedang terjadi dan mengapa penurunan harga selalu diawali sikap plin-plan yang terganggu atas respon masyarakat.

Kita juga sudah menyaksikan bersama bagaimana gelombang kritik membuat negara pusing tujuh keliling. Itu baru membahas soal harga PCR saja, belum lagi soal kebijakan penggunaan yang dinilai lucu-lucu sedap.

Masih ingat, pada 24 Oktober lalu pemerintah mengeluarkan aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat saja, namun tidak berlaku pada angkutan darat seperti transportasi darat seperti bus, kereta, dan lainnya. Diskrimasi aturan ini membuat sekelas mantan menteri kece seperti Ibu Kita Susi Pudjiastuti angkat bicara. Bahkan, hal itu juga melahirkan seruan dari warganet agar syarat tes PCR dihapuskan. Warganet +62 ini memang lancang.

Saya yang jelata mulai berpikir lagi, jika syarat perjalanan udara tidak berubah, apa mungkin harga PCR saat ini dan sebelumnya masih sama. Tentu saja berat, bertahan dari bacotan dan serangan hashtag masyarakat.

Semua memahami, sulit mencegah masyarakat untuk tidak bepergian di masa pandemi, namun sekali lagi tuntutan ekonomi membuat masyarakat dihadapkan pilihan yang sulit. Sungguh tidak elok rasanya, momentum ini termanfaatkan untuk menghasilkan cuan.

Dalam situasi pandemi, tidak seharusnya birokrasi menjelma menjadi Korporasi. Alih-alih menangani pendemi, pencegahan terkesan membebani dan akhirnya memaksa masyarakat bersikap anti Hierarki.

Tarakan, 08 Nevember 2021

Tags: Covid 19PCR
ShareTweetShareSendShare

Related Posts

Tragedi Duren Tiga Mencoreng Nama Institusi Polri

Tragedi Duren Tiga Mencoreng Nama Institusi Polri

by Ryan Virgiawan
02/09/2022
0

KALTARA, CAKRANEWS - Dirilis dari berbagai sumber berita, insiden ditembaknya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Joshua alias Brigadir J, ajudan...

(Opini) Narasumber Pers

(Opini) Narasumber Pers

by Ryan Virgiawan
03/08/2022
0

Oleh : Wina Armada Sukardi (Pakar Hukum dan Etika Pers) TARAKAN, CAKRANEWS - Dalam dunia pers, istilah narasumber pada intinya...

Aturan PSE Kominfo, Sedikit Menguntungkan Banyak Merugikan

Aturan PSE Kominfo, Sedikit Menguntungkan Banyak Merugikan

by Ryan Virgiawan
02/08/2022
0

Oleh : Agus Dian Zakaria (Jurnalis dan Pegiat Literasi) JAKARTA, CAKRANEWS - Selain fenomena Citayam Fashion Week, akhir-akhir ini aturan Penyelenggara...

Yenti Garnasih: Jika Benar Ada Dugaan Kredit Macet oleh PT BG Di Sumsel, Kejagung Bisa Pakai TPPU

Yenti Garnasih: Jika Benar Ada Dugaan Kredit Macet oleh PT BG Di Sumsel, Kejagung Bisa Pakai TPPU

by Rizkqi
29/07/2022
0

,JAKARTA, CAKRANEWS - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menyebut jika Kejaksaan Agung seyogyanya segera menindaklanjuti laporan...

WTP di Antara Prestasi, Prestise dan Preskripsi

WTP di Antara Prestasi, Prestise dan Preskripsi

by Redaksi
16/07/2022
0

Oleh : Fajar Mentari, S.Pd Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNPPAN) Provinsi Kalimantan Utara TULISAN ini dilatarbelakangi...

Next Post
Dinas Pariwisata Optimis New Pantai Amal Menjadi Wisata Unggulan

Dinas Pariwisata Optimis New Pantai Amal Menjadi Wisata Unggulan

PPKM Kota Tarakan Turun ke Level 2, Kompetisi Olahraga Siap Dibuka

PPKM Kota Tarakan Turun ke Level 2, Kompetisi Olahraga Siap Dibuka

Discussion about this post

Berita Terpopuler

  • Kemunculan Aliran Puang Nene di Bone yang Diduga Sesat, MUI: Kita Teliti Dulu

    Kemunculan Aliran Puang Nene di Bone yang Diduga Sesat, MUI: Kita Teliti Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ada Lawan Kah? Nih Potret Kapolda Kaltara Irjen Daniel Latihan Karate

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspada! Marak Oknum PLN Gadungan Coba Tipu Masyarakat Tarakan untuk Ganti Meteran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 4 Alasan Seseorang Menjadi Ateis, Nomor 2 Paling Berbahaya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PNS Kaltara Ingat, Nekat Bikin Bukber Ramadan Bakal Kena Sanksi Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Berita

  • Advetorial
  • Ekonomi
  • Headline
  • Hukum & Kriminal
  • Internasional
  • Kaltara
  • Leisure
  • Nasional
  • News
  • Olahraga
  • Opini
  • Politik
  • Story

Tentang Kami

  • Redaksi & Manajemen
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  • Iklan & Advetorial

© 2021 PT. Cakra Media Mandiri Indonesia.

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Kaltara
  • Leisure
  • Story
  • Advetorial
  • Opini

© 2021 PT. Cakra Media Mandiri Indonesia.