CAKRA.News – Menilik kejadian terakhir, tidak naik kelasnya tiga tahun berturut-turut, tiga bersaudara yang duduk di bangku Sekolah Dasar di Kota Tarakan. Persoalan ini menarik perhatian publik Kalimantan Utara, membanjirnya empati di media sosial Kaltara mungkin bisa dijadikan parameternya.
Persolan ini pula nyatanya turut menjadi perhatian masyarakat dan stakeholder tingkat nasional seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
KPAI dan Komnas HAM pun sangat concern akan hal ini dan turun langsung ke Kota Tarakan bersama-sama Dirjen dari Kementerian Pendidikan, berusaha mengurai dan membereskan permasalahan.
Terbersit kebanggaan bagi warga Kaltara bahwa persoalan yang terjadi di daerahnya menjadi perhatian serius stakeholder nasional bahkan jajaran kementerian.
Merasa tenang pula mengetahui bahwa masyarakat di Kaltara tidak hidup sendiri di bumi pertiwi ini, persoalan yang terjadi juga direspon para petinggi di pusat dan dicarikan solusinya.
Namun sikap pandang publik Kaltara menjadi berbeda jika menoleh para wakil rakyat yang duduk mewakili suaranya.
Publik Kaltara memperhatikan, sepertinya tidak ada satu pun wakil rakyat Kaltara yang berusaha mencari solusi atas permasalahan bahkan sepertinya pula mereka semua bungkam, sama sekali tak bersuara atas derita warga Kaltara yang justru mendapat perhatian serius tingkat pusat.
Masyarakat pun tentunya boleh saja berasumsi, para anggota dewan sangat sibuk dengan urusan kedewanannya, atau mungkin pula mereka menganggap receh persoalan yang ada.
Wakil rakyat yang duduk di DPRD Provinsi Kaltara adalah orang-orang pilihan yang terpilih untuk mengemban amanah rakyat untuk menyuarakan dan berusaha mencari solusi atas berbagai permasalahan di Kaltara.
Mereka terpilih bukan karena kekuasaan yang sanggup memaksa masyarakat untuk memilihnya, mereka juga terpilih bukan karena mereka cukong yang sanggup membayar rakyat untuk memilihnya. Mereka yang duduk sebagai wakil rakyat, dipilih karena ketokohannya sangat dikenal dan dinilai sanggup memegang amanah untuk bersuara bukan hanya untuk daerah pemilihannya tapi bersuara atas nama seluruh masyarakat Kaltara.
Suara mereka sangat dirindukan masyarakat agar persoalan yang menghimpit kehidupan dapat diusahakan solusinya.
Suara mereka juga sangat dirindukan, walau hanya sekedar memberikan empati rasa kemanusiaan.
Dengan tidak bersuaranya para wakil rakyat yang duduk di sana, akan terjadi kekosongan di salah satu pilar demokrasi.
Hak demokrasi masyarakat akan tercubit karena persoalan yang mendera mereka, yang semestinya disuarakan wakil rakyat tidak berjalan semestinya.
Masyarakat sangat berharap, suara para wakilnya tidak hanya kencang dan membahana di saat pemilihan legislatif.
Empati para wakil rakyat ini begitu besar hanya di saat mendekati pesta demokrasi. Tidak salah jika di saat pesta demokrasi banyak rakyat mencibir jika mendengar sejumlah calon legislatif bersura lantang ingin membela rakyat, karena setelah mereka duduk dan di saat ada persoalan yang riil terjadi membutuhkan perhatiannya, mereka hanya bungkam.
“Masih kita koordinasikan dengan teman-teman di komisi, agar suara yang keluar dari dewan adalah satu suara,” demikian kira-kira suara wakil rakyat jika kita bertemu langsung dan minta komentarnya.
Sangat diharap para wakil rakyat mengunggah empatinya, menarik kesadaran diri dan amanah yang diembannya. Suara para wakil rakyat di Kaltara lah, implementasi dari pilar demokrasi untuk bisa memajukan kehidupan sosial ekonomi rakyat yang ada di Kaltara.**
HARIANTO RIVAI, Pemimpin Redaksi cakra.news
Discussion about this post