BANGKOK, cakra.news – Militer Myanmar melakukan serangan udara di daerah yang dikuasai pemberontak di dekat perbatasan Thailand, kata kelompok pemberontak itu pada Jum’at (24/12/2021).
Eskalasi serangan terbaru ini menyebabkan ratusan orang melarikan diri ke Thailand.
Persatuan Nasional Karen (KNU) mengatakan militer meluncurkan setidaknya dua serangan udara dan menembakkan beberapa artileri ke daerah yang dikuasainya di dekat perbatasan Thailand-Myanmar pada Kamis malam.
Seorang reporter Reuters di Mae Sot, sebuah kota perbatasan Thailand sekitar 15 km (10 mil) dari tempat serangan udara dilaporkan terjadi, mendengar beberapa ledakan pada Kamis malam sekitar pukul 11 malam, waktu lokal.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, memicu protes dan bentrokan sporadis di pedesaan antara milisi anti-junta dan tentara.
Pertempuran baru antara militer Myanmar dan KNU pecah pekan lalu, dan lebih dari 4.200 orang telah menyeberang ke Thailand sejak kekerasan dimulai, kata kementerian luar negeri Thailand.
Kelompok masyarakat sipil mengatakan jumlah pengungsi mencapai 10.000.
Juru bicara KNU Saw Taw Nee mengatakan bahwa serangan udara telah membuat lebih banyak warga sipil yang tinggal di daerah itu mengungsi dan mengulangi seruan kelompoknya kepada masyarakat internasional untuk menetapkan zona larangan terbang di daerah itu.
Juru bicara kementerian luar negeri Thailand Tanee Sangrat mengatakan pada konferensi pers pada hari Jum’at bahwa Thailand prihatin dengan kekerasan terbaru di negara bagian Karen yang juga berdampak pada orang-orang Thailand yang tinggal di sepanjang perbatasan.
Beberapa utusan asing untuk Myanmar, termasuk dari Uni Eropa, Inggris dan Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan bersama pada Jum’at yang menyerukan diakhirinya “serangan membabi buta” di negara bagian Karen dan di tempat lain oleh militer.
“Serangan baru-baru ini terhadap warga sipil di Negara Bagian Karen, termasuk penembakan di desa-desa, merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional dan harus dihentikan,” kata mereka.**
Pewarta : Andi Surya
Sumber : Reuters
Discussion about this post